Rabu, 29 Oktober 2008

Perlakuan PPh 25 dan 29

Menghitung dan mencatat (Perlakuan) PPh Pasal 25 dan 29 kelihatannya sangat sederhana, sepele dan mudah. Untuk perusahaan bersekala kecil dan menengah (SME = Small & Medium Enterprise) nilai PPh Pasal 25 yang dibayarkan biasanya relative kecil, mungkin antara Rp 150,000 sampai dengan Rp 1,500,000. Bisa dibilang tidak significant sama sekali. Tetapi ketika anda selesai membayar PPh Pasal 29 (di bulan Maret) dan selesai menjurnal atas pembayaran tersebut, mungkin anda akan kaget dan bingung demi mendapatkan neraca anda tidak balance lagi, padahal waktu tutup buku 31 Desember Neraca sudah balance. Setelah pusing tujuh keliling, dicari-cari ternyata “biang keroknya” (masalah utamanya) adalah PPh Pasal 25. Bagaimana menjurnal PPh Pasal 25 yang benar?, Bagaimana menjurnal PPh Badan saat penutupan buku di akhir tahun? Bagaimana menjurnal PPh Pasal 29 yang dibayarkan bulan Maret agar neraca tetap balance?. Bagaimana alur dan perlakuannya? Kita akan bahas di artikel ini sebentar lagi. Saya akan sampaikan trick yang saya pakai pribadi, mungkin bisa anda pakai.

You may wanna say…..”no more talks, just show me the h*ll! Please :P”.

Okay-okay… saya ngerti.. kita langsung saja….


PPh Pasal 25 (The Basic)

PPh Pasal 25 adalah UANG MUKA PPh BADAN, yang besarnya dihitung dengan cara membagi PPh Badan Tahun lalu dengan jumlah bulan tahun takwim (12).

Misal:
PPh Badan Terhutang Tahun 2006 anda adalah Rp 3,000,000, maka PPh Pasal 25 yang harus anda setorkan setiap bulannya di tahun 2007 adalah:

Rp 3,000,000/12 = Rp 250,000,-

Bapak-bapak kita di Kantor Pajak termasuk bapak-bapak konsultan pajak dan para pegiat pajak lainnya menyebut istilah ini dengan LUNSUM (saya cari-cari di wikipedia tidak saya temukan kata lunsum, lansum, lansam apalagi, entah bagaimana tulisannya yang benar, tapi saya rasa yang benar tulisannya “Lun-Sum” mohon dikoreksi jika salah).

PPh Pasal 25 dibayarkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Misal:
PPh Pasal 25 bulan January dibayarkan paling lambat tanggal 10 February.


Jurnal PPh Pasal 25

Ada yang belum tahu bagaimana caranya menjurnal PPh Pasal 25? Well in case kalau ada yang belum tahu, basically seperti dibawah ini:

[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 250,000
[Credit]. Petty Cash = Rp 250,000

Mudah bukan?.

Kapan PPh Pasal 25 di jurnal? Tentunya saat dibayarkan. Misal: PPh Pasal 25 bulan January dibayar tanggal 09 February (kebiasaan orang accounting “menagih hak/piutang secepat2nya, tetapi membayarkan kewajiban/hutang selambat-lambatnya” untuk mewakili prinsip kehati-hatian :-P) maka dicatat pada tanggal 09 February juga.

Tahu dari mana soal lun-sum dan Jurnal di atas? Itu Undang-undang Pajak nomor berapa tahun berapa? Trus jurnal-nya itu dinyatakan dalam PSAK nomor berapa?

Mengenai undang-undang atau Surat Edaran DJP atau Keputusan Menteri Keuangan, silahkan baca di situs resminya Ditjend Pajak saja (saya tidak mau bersaing dengan situsnya Ditjend Pajak atau blognya bapak-bapak dari DJP) :P. Apalagi meng-copy paste Undang-undangnya ke blog saya, wah…. tidak terimakasih. Lagipula saya lebih tertarik membicarakan tehnik dan practical-nya, serta logika-logika-nya daripada membahas isi undang-undang.

Mengenai PSAK, saya juga tidak hafal, kalau anda perlu silahkan beli buku PSAK (harganya tidak mahal, saya beli hanya Rp 175,000), biarlah itu menjadi bagian dari blognya bapak-bapak dosen saja.

Saya sudah melakukan dengan benar? Mengapa neraca saya menjadi tidak balance setelah membayar PPh Pasal 29? Di mana letak salahnya?

Sudah benar? oh ya? Kalau jurnal dan alurnya sudah benar tidak mungkin tidak balance bukan?, okay mari kita cari sama-sama dimana letak masalahnya…..


Alur dan Jurnal PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29

Contoh Kasus:

PPh Badan PT. Royal Bali Cemerlang adalah sebagai berikut :

Tahun Takwim 2005 = Rp 3,000,000,- (Lun-Sum 2006 = 3,000,000/12=250,000)
Tahun Takwim 2006 = Rp 3,600,000,- (Lun-Sum 2007 = 3,000,000/12=300,000)

Sehingga di tahun 2007, setiap tanggal 09 bookkeeper PT. Royal Bali Cemerlang menjurnal pengeluaran tersebut seperti dibawah ini:

Jurnal PPh Pasal 25 masa January dan February 2007:

[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 250,000
[Credit]. Kas (Petty Cash) = Rp 250,000

Jurnal PPh Pasal 25 masa March s/d. December 2007:

[Debit]. Uang Muka PPh = Rp 300,000
[Credit]. Kas (Petty Cash) = Rp 300,000

Mengapa berbeda antara January ~ February dengan March ~ December?

Karena PPh Pasal 29 Tahun 2006 baru dibayarkan tanggal 20 March 2007, sehingga bulan January dan February 2007 masih memakai lun-sum Tahun 2006 yang dihitung berdasarkan PPh Badan Tahun 2005. Cukup jelas kan? (jika belum jelas, silahkan ulangi baca pelan-pelan saya yakin anda mengerti).

Jika diringkas Daftar PPh Pasal 25 PT. Royal Bali Cemerlang Tahun 2007 menjadi sebagai berikut:




Sehingga di akhir tahun, BUKU BESAR: “Uang Muka PPh” akan seperti dibawah ini:






Sedangkan BUKU BESAR: “Petty Cash” seperti dibawah ini:





Nantinya, pada penutupan buku 31 Desember 2007, “Uang Muka (PPh Pasal 25)” akan masuk ke Neraca di sisi “Aktiva” pada kelompok “Aktiva Lancar” yang akan menjadi penyeimbang “Petty Cash” yang berkurang sejumlah yang sama yaitu Rp 3,500,000.

Catatan: (Penting!)

Jika anda perhatikan kedua buku besar diatas, pencatatan dimulai dari tanggal 09 February 2007. dan di bulan Desember 2007 ada pembayaran PPh Pasal 25 sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada tanggal 09 Desember dan 30 Desember 2007.

Mengapa?

Di sini lah kuncinya! Tetapi pertanyaan mengapanya akan saya jawab nanti secara khusus ;-)

Pada tanggal 31 December 2007, Laporan Laba/Rugi PT. Royal Bali cemerlang untuk periode 01 Januari s/d. 31 December 2007, membukukan keuntungan Fiskal sebesar Rp 45,000,000 sehingga PPh Badannya menjadi: 10% x Rp 45,000,000 = Rp 4,500,000.

Jurnalnya:

[Debit]. PPh Badan = Rp 4,500,000
[Credit]. Utang PPh Badan = Rp 4,500,000

Catatan: PPh Badan (yang disisi debit) akan masuk ke Laporan Laba/Rugi dan akan menjadi faktor pengurang Laba, dan Utang PPh Badan yang di sisi credit akan masuk ke neraca di sisi “Pasiva” pada kelompok “Liabilities (Kewajiban)”.

Pada tanggal 19 Maret 2008, PT. Royal Bali Cemerlang menyetorkan PPh Pasal 29 ke kas negara melalui bank persepsi sebesar Rp 1,000,000 saja yang dihitung dengan cara:

PPh Pasal 29 = PPh Badan – Uang Muka PPh (pasal 25)
PPh Pasal 29 = Rp 4,500,000 – Rp 3,500,000 = Rp 1,000,000

Dan atas pembayaran tersebut dicatat:

[Debit]. Utang PPh Badan = Rp 4,500,000
[Credit]. Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,500,000,-
[Credit]. Cash = Rp 1,000,000

Jurnal di atas akan:
(-). Menghapus Utang PPh Badan (yang kelihatan pada Neraca 31 Desember 2007).
(-). Menghapus Uang Muka PPh Badan (Pasal 25)
(-). Mengurangi Kas perusahaan pada bulan Maret 2008 sebesar Rp 1,000,000

Selanjutnya, Lun-sum (PPh Pasal 25) PT. Royal Bali Cemerlang untuk tahun 2008 adalah sebesar: Rp 4,500,000/12 = Rp 375,000,- berlaku mulai masa bulan Maret yang akan dibayarkan bulan April 2008.


Menjawab pertanyaan “mengapa pencatatan Uang Muka (PPh Pasal 25) dimulai pada tanggal 09 february 2007, dan Pada Bulan Desember dilakukan pembayaran uang muka (PPh Pasal 25) dilakukan duakali?”

Kebanyakan dari kita (termasuk saya dahulu di awal-awal kerja saya) selalu mengikuti arus, yaitu membayarkan pajak menjelang akhir batas waktu (tanggal 09 bulan berikutnya). Misalnya: untuk Uang Muka Pasal 25 (Lun-Sum) bulan January dibayarkan tanggal 09 February dan seterusnya.

Sebenarnya itu tidak masalah, hanya saja menjadi masalah ketika itu dilakukan di bulan Desember. Mengapa?

Karena 31 Desember adalah penutupan buku, jika PPh Pasal 25 untuk bulan December 2007 baru kita bayarkan tanggal 09 January 2008, maka Total Uang Muka PPh Pasal 25 yang kita bayarkan untuk tahun 2007 hanya sebanyak 11 (sebelas) kali, sehingga kas yang keluar hanya sebanyak Rp 3,200,000 dengan rincian:

09 February + 09 March 2007 = Rp 250,000 x 2 = Rp 500,000
09 April ~ 09 Desember 2007 = Rp 300,000 x 9 = Rp 2,700,000
------------------------------------------------------------------
Total = Rp 3,200,000
==============================================

Sehingga di penutupan buku di neraca akan muncul:

Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,200,000,- dan di rekening kas akan berkurang sebesar Rp 3,200,000 juga. Okay, Neraca Komersial sudah dalam kondisi balance, sampai...................

Pada tanggal 19 March 2008 (sesuai dengan contoh kasus) pada saat membayarkan PPh Badan sebesar Rp 1,000,000 dijurnal:

[Debit]. PPh Badan Terhutang = Rp 4,500,000
[Credit]. Uang Muka PPh (Pasal 25) = Rp 3,500,000
[Credit]. Cash = Rp 1,000,000,-

Dengan jurnal di atas, jelas neraca tidak akan balance, Uang Muka PPh di neraca 31 Desember 2007 yang hanya Rp 3,200,000 anda hapuskan dengan jurnal sebesar Rp 3,500,000. jelas akan menyisakan saldo minus sebesar Rp 300,000,-

Bagaimana jika pada saat pembayaran PPh Pasal 29, Uang Muka PPh (Pasal 25) dicatat di sisi credit sebesar Rp 3,200,000 saja?

Boleh saja, tetapi resiko-nya anda harus membayar (mengeluarkan cash) sebesar Rp 1,300,000,- karena Utang PPh Badannya Rp 4,500,000. Apakah anda mau membayar lebih sementara bukti SSP anda menunjukkan bahwa anda telah membayar PPh Pasal 25 secara penuh dari January s/d. December?.

Jikapun anda (perusahaan) rela membayar lebih, saya sarankan: jangan lakukan itu, karena jika anda lakukan itu, pada catatan di kantor pajak nantinya anda akan kelihatan lebih bayar (anda tahu resikonya lebih bayar bukan?), Lunsump Desember akan tetap menjadi pengurang PPh Pasal 29 meskipun anda baru bayarkan di bulan January, (anda tahu resikonya lebih bayar bukan?) category periksa!.


Lalu bagaimana caranya agar tidak terjadi seperti itu?

Lakukan seperti apa yang saya lakukan: Bayar Lun-Sump (PPh Pasal 25) bulan December anda pada bulan December juga (paling lambat 30 December), jangan sampai jatuh ke bulan (tahun) berikutnya. Dan jangan lupa Lun-sump Desember sudah anda bayar di bulan Desember, sehingga di bulan January anda tidak perlu membayar PPh Pasal 25 lagi, SSP PPh Pasal 25 untuk Desember yang anda setorkan tanggal 30 Desember setorkan ke kantor pajak SSP-nya pada bulan January (antara tanggal 01 s/d. 09), sehingga di pembukuan anda transaksi tercatat tanggal 30 Desember, tetapi di kantor pajak anda tetap kelihatan membayar di bulan January.

Jumat, 24 Oktober 2008

Cara Membuat Laporan Arus Kas

Dengan adanya Laporan Laba/Rugi dan Neraca, kita bisa mengetahui posisi keuangan perusahaan pada saat tertentu (dilihat dari Neraca) dan mengetahui hasil aktivitas usaha (Laba atau Rugi) perusahaan untuk periode tertentu. Akan tetapi karena laporan keuangan sebagian besar menganut sistem accrual (pendapatan dan cost/biaya diakui pada saat transaksi terjadi meskipun realisasi kas belum terjadi).

Adapun fungsinya adalah untuk mengetahui realisasi kas masuk dan keluar perusahaan, sehingga dapat diprediksi potensi realisasi kas di masa yang akan datang (tingkat liquiditas). Termasuk juga untuk mengetahui potensi kemampuan perusahaan untuk membagikan keuntungan perusahaan kepada pemegang saham dalam bentuk kas (pembagian dividen),

Bukankah saldo akhir kas sudah bisa dilihat pada Neraca ?....

Benar, tetapi dari neraca, belum tergambar secara terperinci, mengenai :
(-) Dari aktivitas apa saja kas dihasilkan ?
(-) Untuk aktivitas apa saja kas dikeluarkan ?.

Untuk itulah, Laporan Arus Kas diperlukan.


Elemen-elemen Laporan Arus Kas

Realisasi Kas (kas masuk/keluar) dikelompokkan ke dalam tiga jenis aktifitas, yang selanjutnya menjadi elemen Laporan Arus Kas, yaitu :

Aktifitas Operasi (Operating Activities)
Arus kas (masuk/keluar) yang berasal dari kegiatan utama perusahaan (yang biasa disebut operasional perusahaan), yang tercermin dari Laporan Laba/Rugi perusahaan.

Aktifitas Investasi (Investing Activities)
Arus kas (masuk/keluar) yang berasal dari aktivitas-aktivitas investasi. Kegiatan yang digolongkan ke dalam kelompok ini adalah semua kegiatan kas yang terkait dengan aktifitas pembelian/penjualan aktiva perusahaan, penerimaan/pengeluaran kas terkait dengan piutang perusahaan dengan entitas lain.

Aktifitas Pendanaan (Financing Activities)
Arus kas yang berasal dari transaksi utang (kewajiban) perusahaan, baik yang berupa penambahan maupun pelunasan utang. Arus kas yang berasal dari penerbitan saham atau instrument sekuritas lainnya pun dimasukkan ke dalam kelompok ini.


Cara Membuat Laporan Arus Kas

Untuk membuat Laporan Arus Kas, diperlukan sumber data sebagai berikut :

(-) Laporan Laba Rugi Tahun Berjalan (Current Book)
(-) Neraca Perbandingan Tahun Berjalan dengan Neraca tahun sebelumnya

Sebagai ilustrasi, kita akan membuat Laporan Arus Kas Tahun 2007, dan berikut adalah contoh Laporan Laba Rugi Tahun 2007 (karena keterbatasan screen capture, gambar terpaksa terpotong jadi 2).






Catatan : dari contoh Laporan Laba Rugi di atas, dapat kita lihat, perusahaan dalam keadaan merugi sebesar $ 163,418.

Proses berikutnya adalah membandingkan antara Neraca tahun sebelumnya (2006) dengan Neraca Tahun Berjalan (2007), tujuannya adalah guna memperoleh data aktivitas keuangan perusahaan pada tahun 2007. Maka kita akan memperoleh bentuk laporan seperti dibawah ini :

align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 294px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheZ0ZsvPLIz41i1KiIuf2MjWeUglDNtIrqltaGJZZSOaUE3hYUS0dCzAfeheRGS9-S5m4Gu6iM9zQR-xZwtMhRBvgDJ1ra4L1UpuvgCnfk2CFKjRarkjyJc9nqyu8cY_ieaN0E74XY3BU/s400/PL-2.PNG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5260935798590807010" />


Perhatikan kolom terakhir “NET CHANGE” (anda bisa menggantinya dengan nama kolom lain, misalnya : “NET ACTIVITIES” atau lainnya, yang penting artinya sama)

Ini adalah aktivitas yang terjadi dari 01 Januari sampai dengan 31 Desember 2007, diperoleh dengan cara mengurangkan kolom “YEAR 2007” dengan “YEAR 2006” :

(a). Pada kelompok “ASSET” (Aktiva) :

Jika angka yang dihasilkan pada kolom ini bertanda positive, artinya : terjadi pengeluaran kas. Misalnya : pada “Employee Cash Advance” , net change-nya adalah $ 37,402 artinya untuk cash advance perusahaan mengeluarkan kas sebesar $37,402.
Sebaliknya jika angka pada kolom ini bertanda negative, artinya : terjadi penerimaan kas. Misalnya : pada “Account Receivable” net change-nya adalah ($ 25,906), artinya telah terjadi realisasi kas masuk sebesar $ 25,906 sebagai hasil dari penerimaan pelunasan piutang (receivable).

(b). Pada Kelompok “LIABILITIES” dan “EQUITY” (Passiva) :

Jika angka yang dihasilkan pada kolom ini bertanda positif, artinya : telah terjadi realisasi kas masuk, demikian sebaliknya.

Dengan adanya “Laporan Laba/Rugi” dan “Neraca Perbandingan” yang telah dilengkapi dengan kolom NET CHANGE seperti diatas, maka kita sudah siap untuk menyusun Laporan Arus Kas.

Seperti telah disebutkan bahwa, Laporan Arus Kas terdiri dari :



A. Arus Kas dari Aktifitas Operasi (Operating Activities)

Sumber data berasal dari “Laporan Laba Rugi Tahun 2007”, pada contoh di atas, dari hasil operasi perusahaan selama tahun 2007, perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 163,418, sehingga angkanya bertanda negative (Jika perusahaan memperoleh laba, maka tandanya akan positive). Laba/rugi dikurangi dengan Cost/Expense non cash (depreciation & amortization). Kebetulan dalam contoh di atas, non cash expense/cost hanya depreciation dan amortization saja. Dalam kasus lain, mungkin saja ada selisih keuntunga/kerugian kurs, jika ada maka itu harus di eliminasi juga. Maka akan diperoleh Arus kas dari aktifitas operasi.


B. Arus Kas dari Aktifitas Investasi (Investing Activities)

Pindahkan angka dari kolom “NET CHANGE” pada Neraca Perbandingan dari kelompok Asset (kecuali rekening kas tidak diikutkan), ke dalam kelompok ini. Angka bertanda positive diubah menjadi negative, begitu juga sebaliknya. Jumlahkan semua angka (bisa menggunakan formula “=sum(…….)" seperti yang saya lakukan). Maka akan diperoleh Arus Kas dari Aktifitas Investasi.


C. Arus Kas dari Aktifitas Pendanaan (Financing Activities)

Pindahkan angka dari kolom “NET CHANGE” pada Neraca Perbandingan dari kelompok Liabilities & Equity ke dalam kelompok ini. Angka bertanda positive biarkan tetap positive dan yang bertanda negative biarkan tetap negative. Lalu Jumlahkan. Maka akan diperoleh Arus Kas dari Aktifitas Pendanaan.


D. Total Aktifitas Kas (Total Cash Activities)

Diperoleh dengan menjumlahkan angka total dari masing-masing kelompok A, B & C di atas.


E. Saldo Awal Kas (Cash Beginning Balance)

Saldo Awal Kas (Cash Beginning Balance) diambil dari Neraca Tahun 2006


F. Saldo Kas yang Seharusnya (Expected Cash Ending Balance)

Diperoleh dengan menjumlahkan Total Aktivitas Kas dengan Saldo Awal Kas


G. Saldo Akhir Kenyataannya (Actual Cash Ending Balance)


Diambil dari Kas pada Neraca Tahun 2007


H. Selisih (Variance)

Lakukanlah pengujian akhir dengan membandingkan antara Expected Cash Ending Balance dengan Actual Cash Ending Balance, jika variance-nya 0 (nol), maka laporan arus kas telah sesuai.

Jika semua langkah di atas telah selesai dibuat, maka hasilnya akan nampak seperti dibawah ini :





Baca juga Cara Membuat Laporan Arus Kas dengan Direct Method dan Tips & Tricks Membuat Laporan Arus Kas dengan Excel. Jangan ketinggan, sekarang telah tersedia Free Spreadsheet "Cash Flow Statament", silahkan dibaca petunjuk cara mendapatkannya.

Kamis, 23 Oktober 2008

Accounting for Manager (Menurut gue lho...)

ambisi saya hanyalah untuk membuktikan bahwa accounting & financial information BUKANLAH (excuse my French) GARBAGE (=sampah).

Jawaban saya: jelas bukan itu alasannya. Saya akan lebih berfocus pada pembahasan, penjelasan-penjelasan dan contoh-contoh mengenai: bagaimana memahami accounting & finance information bagi para manager (manager papaun itu), how to utilize it for strategic decisions on manager’s day-to-day roles, and in long run bisa memberikan nilai tambah tertinggi bagi perusahaan (read: owner/shareholder).


Benar, saya memang akan pelan-pelan revealing (=membeberkan?) kepada reader, bahwa accounting dan keuangan:
[-]. Bukan sekedar memahami angka-angkanya saja.
[-]. Bukan sekedar bisa debit dan credit saja.
[-]. Bukan sekedar perjuangan membuat balance (read:matching) saja.

Jika orang accounting (siapapun anda) memang masih berpikir yang sekedar-sekedar tadi saja, berarti memang benar ”Accounting & Keuangan tak lebih dari rubbish, garbage, sampah”.

Kenyataan-nya, TIDAK.

Accounting dan keuangan adalah informasi terpenting dalam setiap pengambilan keputusan business. Mengapa?

Keputusan apapun yang akan diambil (oleh para manager) akan selalu menimbulkan pengaruh terhadap keuangan, dan informasi keuangan data base-nya adalah Accounting.

Jika dengan extreme saya katakan:

Jangankan keputusan-keputusan strategis, bahkan setiap satu tarikan-hembusan nafas para buruh, staff dan manager di perusahaan (dibagian manapun itu) –pun akan berpengaruh pada keuangan perusahaan!

Apakah Anda setuju? Mungkin sebagian setuju sebagian tidak.

Saya beri beberapa contoh (yang menurut anda mungkin hal spele):

Seorang pegawai harian pergi ke toilet untuk pipis.

Itu sudah berdampak terhadap keuangan perusahaan. Pergi ke toilet sudah berdampak terhadap keuangan perusahaan? mengapa?

Pergi ke toliet artinya:
[-]. Kehilangan 5 menit ( cost = 5/60 x hourly rate)
[-]. Tissue paper usage (hitung sendiri cost-nya)
[-]. Handsoap usage (hitung sendiri cost-nya)

Bagaimana jika jumlah pekerjanya 1000 orang, mereka ke kamar mandi rata-rata 3 x sehari. Berapa cost-nya sehari? Sebulan? 1 tahun buku?. Now you know how much the cost is. Sekarang anda tahu, aktifitas/perilaku se-sepele itupun berpengaruh terhadap keuangan perusahaan.

Sekarang anda bisa bayangkan (jika anda seorang manager) bagaimana keputusan-keputusan strategis anda sudah pasti, jelas, definitely, absolutely 101% damn sure berpengaruh terhadap keuangan perusahaan.

Okay, back to the topic…..

Sekali lagi, dengan category ini nanti, saya berharap (dan akan berusaha) bisa memberikan pemahaman, techniques, strategy dan tactic mengenai bagaimana memahami accounting & informasi keuangan, bagaimana mempergunakannya untuk dasar pengambilan keputusan agar bisa memberikan nilai tambah yang maksimal bagi perusahaan.


Adapun scoop pembahasan nanti akan saya kemas dengan struktur seperti di bawah ini :

[1]. Accounting dan Contex-nya terhadap Perusahaan

Di bagian ini, saya akan berikan pemahaman mengenai accounting, pengaruhnya terhadap, struktur business, shareholder, pengambilan keputusan, Managemenet accounting, Management Controll. Menginterpretasikan laporan keuangan, perspective-nya bagi pengambilan keputusan. Untuk bisa memahami itu semua, saya akan mencoba mengatur pembahasan secara berurut dan systematis melalui sub-sub pokok bahasan seperti dibawah ini:

a). Pengenalan Accounting Roles Bagi Manager
b). Accounting dan Hubungannya dengan shareholder serta struktur business
c). Pencatatan Transaksi Keuangan, dan Batasan Accounting
d). Management Control, Management Accounting, dan Hubungannya dengan Ekonomi perusahaan.
e). Interpretative, dan critical perspective dalam accounting dan Decision Making
f). Pembuatan Laporan Kauangan dan framework-nya accounting.


[2]. Mempergunakan Accounting & Financial Information untuk Pengambilan Keputusan (Decision Making), Planning dan Controlling.

Pada bagian inilah saya akan bahas bagaimana mempergunakan Accounting & Financial Information menjadi dasar pertimbangan dan alat pengambilan keputusan strategis. Technique, strategy dan tactic nya akan saya bahas satu persatu berurut kurang lebih seperti dibawah ini:

a). Menginterpretasikan Laporan Keuangan serta Theoritical Alternative-nya
b). Accounting Untuk Marketing Decision.
c). Accounting Untuk Operating Decision.
d). Accounting Untuk Human Resources Decision.
e). Accounting Untuk Accounting Decision.
f). Strategic Investment Decision.
g). Performance Evaluation untuk Unit-Unit Business.
h). Budgeting & Budgetary Control.

Saya rasa, itu lebih dari cukup.

Wait, sepertinya ada yang berpikir dan berbisik-bisik:

”Bagaimana dengan Perpajakan?”
”Bagimana dengan tutorial accounting yang biasanya?”
”Bagaimana dengan Export-Import?”
”Bagimana dengan Tools dan Spreadsheet?”

Oh iya, saya juga akan mengundang rekan-rekan yang lain (baik junior maupun senior) untuk berkontribusi di sini dengan memberikan artikel, tips & tricks atau mungkin tools dan spreadsheet, untuk dibagi-bagi disini. Saya masih pikirkan bagaimana caranya dan format-nya.

PPH Pasal 23

Apa itu PPh Pasal 23 ? Siapa pemotong dan penerima penghasilan yang dipotong?, Apa saja obyek pajaknya? Bagaimana contoh perhitungannya? Bagaimana prosedur pemotongannya? Bagaimana pencatatannya (perlakuan akuntansinya)? Dan yang tak kalah pentingnya; bagaimana hubungan PPh PASAL 23 dengan PPh PASAL 25 dan PPh PASAL 29? Hmm… abviously, it is not merely about tax law of the articles (PPh Pasal 23), but it’s rather about “How To’s”.


PPH Pasal 23 – FAQ

[Q]. Apa itu PPh Pasal 23?
[A]. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

[Q]. Siapa yang wajib bertindak selaku pemotong PPh Pasal 23?
[A]. Pemotong PPh Pasal 23: badan pemerintah,Wajib Pajak badan dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

[Q]. Siapa penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23?
[A]. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23: WP dalam negeri, BUT

[Q]. Apa saja obyek pajaknya dan berapa tarif-nya?

[A]. Seperti ini:

15 % dari jumlah bruto atas: dividen, bunga, dan royalti, hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

15 % dari jumlah bruto dan final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi, yang jumlahnya melebihi Rp. 240.000,00 setiap bulan.

15% dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Tarif, perkiraan penghasilan neto, dan objeknya adalah: 15 % x 20 % dari jumlah bruto atas sewa penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat, 15 % x 40 % dari jumlah bruto atas sewa lainnya (tidak termasuk sewa tanah dan bangunan).

15 % dari perkiraan penghasilan netto atas Imbalan jasa Lainnya.

[Q]. Imbalan jasa lainnya, jasa apa saja yang dimaksudkan jasa lainnya?

[A]. Dibagi menjadi 5 (lima) kelompok besar berdasarkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)-nya, yaitu:

(1). DPP-nya 50% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
a). Jasa profesi.
b). Jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi
c). Jasa akuntansi dan pembukuan
d). Jasa penilai
e). Jasa aktuaris

(2). DPP-nya 40% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):

a). Jasa tehnik dan jasa manajemen.

b). Jasa perancang / desain : Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan, Jasa perancang mesin dan jasa perancang peralatan, Jasa perancang alat-alat transportasi/kendaraan, Jasa perancang iklan/logo, Jasa perancang alat kemasan.

c). Jasa instalasi/pemasangan : Jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik / telepon / air / gas / AC / TV Kabel, kecuali dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi, Jasa instalasi/pemasangan peralatan,

d). Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan mesin, listrik / telepon / air / gas / AC / TV kabel, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan peralatan, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan alat-alat transportasi / kendaraan, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan bangunan, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin / sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

e). Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap.

f). Jasa penunjang dibidang penambangan migas.

g). Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas.

h). Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara.

i). Jasa penebangan hutan, termasuk land clearing.

j). Jasa pengolahan/pembuangan limbah.

k). Jasa maklon.

l). Jasa rekruitmen/penyediaan tenaga kerja.

m). Jasa perantara.

n). Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh BEJ, BES, KSEI dan KPEI.

o). Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan KSEI dan tidak termasuk sewa gudang yang telah dikenakan PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996

p). Jasa telekomunikasi yang bukan untuk umum

q). Jasa pengisian sulih suara (dubbing) dan/atau mixing film.

r). Jasa pemanfaatan informasi dibidang teknologi, termasuk jasa internet.

s). Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan/pemeliharaan dan perbaikan.


(3). DPP-nya 13.33% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan /pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV Kabel, sepanjang jasa tersebut dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi,

(4). DPP-nya 26.67% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
a. Jasa perencanaan konstruksi.
b. Jasa pengawasan konstruksi.

(5). DPP-nya 10% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
Jasa pembasmian hama dan Jasa pembersihan, Jasa Catering, Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

[Q]. Okay. Ada ketentuan khusus lainnya?
[A]. Oh ya, ada beberapa yang dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 23, bisa dibaca di situs resminya DJP.

[Q]. Kapan saat pengkuan PPh Pasal 23 terhutang?
[A]. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

[Q]. Kapan PPh Pasal 23 di setorkan?
[A]. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.

[Q]. Kapan SPT PPh Pasal 23 disampaikan ke Kantor Pajak?
[A]. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.


Okay, saya rasa cukup “Frequently Ask Question’-nya.

Eit…. Pasti ada yang mau tanya….”Apa bedanya PPh Pasal 23 dengan PPh Pasal 4(2)?" Smart question! Tetapi jawabannya saya pending dahulu, nanti kita bicarakan di pembahasan pembahasan PPh Pasal 4(2).


Prosedur, Perhitungan & Perlakuan PPh Pasal 23

Cara perhitungannya sebenarnya sederhana saja, jauh lebih mudah dibandingkan perhitungan PPh Pasal 21. Sebelum ke cara dan contoh perhitungannya, serta prosedur pencatatan dan pelaporannya, ada beberapa jargon (istilah) yang perlu dipahami pengertiannya (yang saya sebutkan disini adalah yang penting-penting saja), yaitu:

BUT = Acronym dari Badan Usaha Tetap = Representative Office = Perwakilan perusahaan asing yang berkedudukan di Indonesia.

Jumlah Bruto/Penghasilan Bruto/Nilai Bruto = Total nilai transaksi persewaan = Penghasilan yang diterima atas persewaan sebelum memperhitungkan adanya perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh penghasilan tersebut.

Jumlah Neto/Penghasilan Neto/Nilai Neto = Total Nilai transaksi persewaan [dikurangi] perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh penghasilan persewaan tersebut.

DPP = Dasar Pengenaan Pajak = Nilai Neto/Penghasilan Neto = Penghasilan setelah dikurangi perkiraan expense/cost.

Pemotong = Pihak yang melakukan pemotongan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca kembali FAQ).

Terpotong = Pihak penerima penghasilan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca kembali FAQ).

Okay, cukup jargonnya. Next is how to’s….

Kalau kita summarized dari FAQ tadi, maka obyek pajak dan tarifnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu:

[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 menggunakan “Jumlah Bruto” sebagai DPP (Dasar Pengenaan Pajak).

Contoh Kasus-1:

Pada tanggal 10 May 2008, PT. Sukses Gemilang, membagikan dividen masing-masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses Gemilang wajib memungut PPh Pasal 23.

a). Dari sisi pemotong:
Berapa besarnya PPh Pasal 23 yang harus di potong? Bagaimana cara mencatat pembagian dividen tersebut? Bagaimana prosedur pemotongan, pencatatan dan pelaporan PPh Pasal 23-nya? Bagaimana pengaruhnya terhadap PPh Pasal 25 dan 29 PT. Sukses Gemilang?

b). Dari sisi yang terpotong:
Apa yang harus dilakukan?, apa pengaruh PPh Pasal 23 terhadap PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 pihak yang terpotong?

Read on….

Tarif PPh Pasal 23 atas dividen adalah 15% (baca kembali FAQ), sehingga besarnya PPh Pasal 23 yang dipotong kepada masing-masing pemegang saham dihitung dengan formula:

PPh Pasal 23 = Tarif x Jumlah Bruto = 15% x 10,000,000
PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = 20 x Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = Rp 30,000,000

Atas pembagian dividen tersebut, PT. Sukses Gemilang:

1). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas pembagian dividen dan pemotongan PPh Pasal 23, dengan jurnal:

[Debit]. Dividen = Rp 200,000,000 (Jumlah bruto x 20)
[Credit]. Cash = Rp 170,000,000 (Total Bruto – PPh Pasal 23)
[Credit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000

2). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pemotongan dan menerbitkan bukti pemotongan PPh Pasal 23 atas dividen yang diterima oleh pemegang saham masing-masing sebesar Rp 1,500,000 kepada keduapuluh penerima dividen.

3). Pada penutupan buku Tanggal 30 May nanti, di neraca PT. Sukses Gemilang akan muncul: Dividen (pengurang retained earning) sebesar Rp 200,000,000 di sisi Pasiva, pada kelompok equity, dan Utang PPh Pasal 23 sebesar Rp 30,000,000 di sisi aktiva lancar (current asset). Itulah disebut “saat pengakuan PPh Pasal 23 terhutang” (baca kembali FAQ).

4). Pada tanggal 10 June 2008 (latest) menyetorkan PPh Pasal 23 (yang telah dipungut olehnya) ke kas negara melalui bank persepsi (disebut “Saat penyetoran”), dan atas penyetoran tersebut dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000
[Credit]. Cash = Rp 30,000,000

Dengan jurnal di atas, maka Utang PPh pasal 23 menjadi nol, dan akumulasi cash-out adalah Rp 200,000,000 (sama dengan pengakuan dividen-nya: Rp 170,000,000 telah dicatat tanggal 10 May dan Rp 30,000,000 telah dicatat tanggal 10 June 2008).

5). Tanggal 10 June 2008 (latest), melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 disertai:
a). Daftar pemotongan
b). Bukti Pemotong masing-masing 1 copy
c). SSP atas setoran yang telah dilakukan melalui bank persepsi.


Apa pengaruhnya terhadap besarnya PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 PT. Sukses Gemilang (selaku pemotong)?, Jawabannya: Tidak ada pengaruhnya. PT. Sukses Gemilang telah mengakui pembagian dividen sepenuhnya (Rp 200,000,000) dan pengakuan cash-out sejumlah yang sama. Dividen bukanlah cost/expense. Hanya saja, atas pembagian dividen tersebut PT. Sukses Gemilang akan memasukkan pembagian dividen tersebut pada SPT PPh Badan Tahunan-nya pada blanko 1771-V (Bagian:B).


b) Di pihak terpotong (penerima dividen).

Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas penerimaan dividen dan potongan PPh Pasal 23 dengan jurnal:

[Debit]. Cash = Rp 8,500,000 (Nilai neto setelah dipotong PPh Pasal 23)
[Debit]. PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
[Credit]. Pendapatan dividen = Rp 10,000,000

Pada tanggal 10 May 2008, menerima bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari PT. Sukses Gemilang dan mengarsipkannya.

Pada saat pembuatan SPT PPh Pasal 29 nantinya, PPh Pasal 23 tersebut dimasukkan ke dalam blanko 1770 S-1 (Bagian:B) dan akan menjadi kredit pajak (Blanko 1770-S Bagian:D), dengan melampirkan bukti potong yang telah diterima dari PT. Sukses Gemilang.

Itulah prosedur dan perlakuan akuntansi atas PPh Pasal 23 pembagian dividen. Untuk obyek pajak yang dihitung berdasarkan jumlah bruto lainnya, silahkan lihat kembali FAQ).


[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 yang menggunakan “Jumlah Neto” sebagai DPP.

Besarnya jumlah neto telah ditentukan oleh undang-undang dengan persentase tertentu dari jumlah bruto-nya berdasarkan jenis jasa yang diserahkan (silahkan baca kembali FAQ).

(1). DPP-nya 30% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN): Jasa Konsultan Akuntansi

Contoh:
Pada tanggal yang sama (10 May 2008), PT. Sukses Gemilang menerima Debit Note dari “Asal-asalan Solusindo Consultant” yang menangani pembukuannya sebesar Rp 5,500,000 (termasuk PPn). Untuk itu PT. Sukses Gemilang wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebelum dilakukan pembayaran, dengan perhitungan sebagai berikut:

PPh Pasal 23 = Tarif x DPP
PPh Pasal 23 = Tarif x [30% x (Jumlah Bruto - PPn)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x (5,500,000 – 500,000)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x 1,500,000]
PPh Pasal 23 = 4.5% x Rp 2,500,000
PPh Pasal 23 = Rp 67,500


Untuk prosedur pemotongan, penyetoran, pelaporan dan perlakuan akuntansinya, sama saja dengan contoh sebelumnya. So, saya tidak perlu jelaskan hal yang sama lagi.

Dan contoh perhitungan atas obyek lainnya (tarif dan DPP lainnya), silahkan dikembangkan, get self-exercised (baca FAQ dengan teliti kata demi kata, kalimat demi kalimat), saya yakin dengan 2 contoh di atas, sudah lebih dari jelas.


I have couple of questions:

Mengapa ada obyek PPh Pasal 23 yang menggunakan jumlah bruto sebagai DPP, sementara ada obyek PPh Pasal 23 lainnya menggunakan jumlah neto sebagai DPP? Why?

Logically, bisa dilihat bahwa obyek yang dihitung berdasarkan bruto-nya, adalah obyek-obyek pajak yang untuk memperoleh penghasilan tersebut sama sekali tidak ada cost/expense. Sementara obyek yang menggunakan jumlah neto sebagai DPP adalah obyek-obyek (penyerahan jasa) yang obviously ada pengorbanan ekonomis (cost/expense) untuk memperoleh pendapatan tersebut.

But, read on my next question.....................

Mengapa jasa Akuntansi jumlah neto-nya 30%, sementara jasa lainnya dengan % yang berbeda?.

Ada yang bisa membantu saya mencarikan logika atas pertanyaan itu?, rekan-rekan dari accounting? Rekan-rekan dari manajemen?, atau bapak-bapak dari DJP? Bapak-bapak dosen dan konsultan pajak?. Silahkan tulis komentar anda, saya akan senang berdiskusi mengenai masalah ini.

Prosedur perhitungan, pemotongan, pencatatan dan pelporan PPH Pasal 23, sesungguhnya tidak sesulit perhitungan dan perlakuan PPh pasal 21 atau pajak lainnya, yang agak confusing adalah obyek pajaknya (setidaknya itu menurut saya). Silahkan share juga pendapat anda mengenai hal ini.
Update: 12-May-2008 (Penting).
Hmmm... say abaru tahu ada tarif efektif PPh Pasal 23 terbaru 2007 (PER-70/PJ/2007), saya ketinggalan, mengikuti tarif PPh pasal 23 yang berubah terus, what a confussion!. Untuk tarif silahkan baca PER-70/PJ/2007, sedangkan untuk perlakuan masih berlaku hal yang sama seperti yang saya tulis disini.

Jumat, 11 April 2008

Side Job buat anda semua...:) TERBUKTI!!!!!!

"Saya Akan Membuka Satu Satunya RAHASIA Terhebat Masa Kini Yang Telah Membuat Sedikit Orang Mendadak Jadi Milyuner Hanya Dengan Meng-klik Beberapa Kali Seminggu Saja… Pertama Kali Terbuka Untuk Diketahui Orang Indonesia!"

...Dan Akan Membuat Anda Kaya Melebihi Mimpi Anda!


Selasa, 01 April 2008

JOURNAL ENTRY : ADJUSTMENT, RE-CLASS & CORRECTION

Menjelang tutup tahun seperti sekarang ini, merupakan typical days bagi staff, manager sampai ke director :

Bagi rekan-rekan yang berposisi di bagian Accounting dan keuangan, audit session baru saja lewat, waktunya bikin adjustment-adjustment bukan.

Artikel menjelang tutup tahun 2008 ini, saya dedikasikan khusus untuk rekan-rekan yang masih harus bekerja keras untuk melakukan “pekerjaan-pekerjaan akhir” menjelang tutup buku, yaitu ADJUSMENT, RE-CLASSIFICIATION & CORRECTION works.

Apakah ada diantara rekan-rekan yang masih bingung untuk membedakan ADJUSTMENT, RE-CLASSIFICATION & CORRECTION ENTRY ?. Atau mungkin belum tahu bagaimana cara melakukannya ?

Okay…. berikut ini adalah pengetahuan dasar mengenai adjustment, re-classification dan correction entry beserta prosedurnya.


ADJUSTMENT (Penyesuaian)

Diperlukan Adjustment Entry (ayat jurnal penyesuaian), apabila : SALAH MENERAPKAN PERLAKUAN AKUNTANSI, dan DIKETAHUI DI TAHUN BUKU YANG SAMA yaitu :

(-) Mengakui transaksi terlalu besar atau terlalu kecil
(-) Saat pengakuan (tanggal transaksi) terlalu dini atau terlalu dibelakang
(-) Menerapkan Methode penyusutan aktiva yang tidak sesuai

Adjustment entry dilakukan SEBELUM PENUTUPAN BUKU (sesaat setelah jurnal asli di posting maupun menjelang penutupan buku).

Prosedur Adjustment Entry :

(1). Siapkan bukti transaksi yang perlu di sesuaikan (to be adjusted).

(2). Print out General Ledger Detail beserta Detail Transaction Register yang mengandung transaksi yang harus di adjust.

(3). Cari tahu mengapa perlu di adjust, dan mengapa terjadi demikian.

(4). Tentukan terlebih dahulu besarnya nilai transaksi yang seharusnya terjadi, lalu bandingkan dengan jurnal entry yang pernah di masukkan. Dengan demikian maka kita akan mendapatkan “selisihnya”.

(5). Siapkan Daftar Adjustmen Entry yang akan direkomendasikan (Recommended Adjustment Entry List).

(6). Konsultasikan permasalahan yang ada dengan atasan (chief accounting/Accounting Manager). Jangan Lupa minta tanda tangan beliau sebagai pihak yang mengetahui (acknowledge incharge).

(7). Mohon persetujuan (Adjustment Entry approval) kepada Financial Controller

(8). Lakukan Adjustment Entry hanya setelah mendapat approval dari Financial Controller atau atasan lain yang diberikan mandat


Cara Melakukan Adjustment Entry :

Debit Perkiraan yang terlalu kecil diakui dan credit lawan rekening-nya sebesar nilai selisihnya.

Contoh :

(a). Pembelian Raw Material Rp 1,000,000 terlalu besar di akui.


Adjustment Entry-nya :

[-Debit-]. Kas (Utang pada Vendor A) = Rp 1,000,000
[-Credit-]. Raw Material = Rp 1,000,000

(b) Piutang kepada vendor C Rp 1,500,000 diakui terlalu kecil

Adjustment Entry-nya :

[-Debit-]. Piutang Dagang Vendor C = Rp 1,500,000
[-Credit-]. Sales = Rp 1,500,000

……….dan sebagainya.


Khusus masalah “saat pengakuan” yang tidak sesuai :

Entah terlalu dini atau terlalu dibelakang diakui, penanganan masalah “saat pengakuan” (tanggal) yang keliru tergantung dari kebijakan manajemen perusahaan masing-masing. Jika kesalahan “saat pengakuan” atau salah tanggal, terjadi TIDAK MELEWATI CUT-OFF DATE (tanggal pisah batas) periode laporan, maka hal tersebut bukanlah persoalan yang serius. Akan tetapi khusus rekening UTANG atau PIUTANG persoalan tanggal adalah critical, karena sangat mungkin akan berpengaruh terhadap discount (potongan harga/rabat) yang harus diterima atau diberikan. Jadi tetap harus disesuaikan.


RE-CLASSIFICATION (Reklasifikasi)

Re-classification Journal Entry (Jurnal reklasifikasi) diperlukan apabila : TRANSAKSI DI POSTING (dicatat) KE DALAM ACCOUNT YANG TIDAK SESUAI, sehingga perlu dilakukan REKLASIFIKASI.

Prosedur re-classification pada dasarnya sama saja dengan prosedur adjustment. hanya saja, mungkin tidak diperlukan bukti-bukti transaksinya, yang diperlukan hanya “Printout General Ledger Details”

Contoh :
Pemebelian “Office Equipment” terlanjur diposting ke rekening “Office Supplies”. Nampak pada Detail Transaction Register sebagai berikut :
[-Debit-]. Office Supplies = Rp 5,000,000
[-Credit-]. Cash = Rp 5,000,000.


Reklasifikasi dilakukan dengan 2 cara, yaitu :


(a). Di Reclass dengan 2 langkah:

Langkah-1: Reversal Journal

[-Debit-]. Cash = Rp. 5,000,000
[-Credit-]. Office Supplies = Rp. 5,000,000

Langkah-2: Posting ke rekening yang sesuai

[-Debit-]. Office Equipment = Rp. 5,000,000
[-Credit-]. Cash = Rp. 5,000,000


(b). Satu Langkah : Langsung direclass

[-Debit-]. Office Equipment = Rp. 5,000,000
[-Credit-]. Office Supplies = Rp. 5,000,000



CORRECTION JOURNAL (Pembetulan)


Correction Journal (Pembetulan) diperlukan apabila terjadi:

(-). Salah perlakuan akuntansi (transaksi terlalu besar/terlalu kecil diakui)
(-). Salah klasifikasi (transaksi terposting ke rekening yang tidak sesuai)

dimana KESALAHAN DIKETAHUI SETELAH PENUTUPAN BUKU. Untuk itu diperlukan jurnal koreksi.

Inisiatif koreksi biasanya berasal dari pihak eksternal dalam hal ini adalah auditor eksternal yang menemukan mis-statement, sehingga diusulkan supaya dilakukan koreksi.


Koreksi dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(-). Apabila koreksi diperlukan terhadap rekening-rekening yang terdapat dalam kelompok rekening LABA/RUGI (misalnya: penjualan, harga pokok penjualan, biaya operasional, bunga, pajak, terlalu besar/ terlalu kecil) maka yang dikoreksi adalah: aktiva lancar, lawan retained earning (laba ditahan).

Contoh :

Pada tahun 2007, penjualan kredit terhadap PT. A terlalu besar Rp. 1,000,000 diakui, diketahui baru pada bulan Januari 2008. Maka diperlukan jurnal koreksi sebagai berikut:

[-Debit-]. Retained earning = Rp. 1,000,000
[-Credit-]. Piutang Dagang = Rp. 1,000,000

Penjelasan :

Penjualan kredt yang diakui terlalu besar akan mengakibatkan laba bersih (net earning) terlalu besar pula. Andai saja kekeliruan ini diketahui sebelum penutupan buku (sebelum 31 Desember 2007) tentunya hal ini diatasi dengan melakukan adjustment terhadap rekening penjualan lawan piutang dagang. Akan tetapi karena buku telah ditutup, sehingga penjualan telah berubah menjadi net earning, sedangkan net earning telah berpindah ke rekening retained earning pada neraca. Untuk itu yang harus dilakukan adalah koreksi seperti di atas.

(-). Apabila koreksi diperlukan terhadap rekening-rekening yang terdapat pada kelompok rekening NERACA (misalnya: kas, piutang, persediaan, aktiva tetap, utang dagang, pinjaman, modal), maka yang dikoreksi adalah: rekening yang hendak dikoreksi dilawankan dengan rekening NERACA yang lain.

Contoh :

Pada tahun 2007, pembelian mesin diakui Rp. 7,000,000 terlalu besar dari yang seharusnya, beban penyusutan pun menjadi Rp. 300,000 terlalu besar diakui, baru diketahui pada bulan Januari 2008. Maka diperlukan jurnal koreksi sebagai berikut:

[-Debit-]. Cash = Rp. 7,000,000
[-Debit-]. Accum. Deprec. = Rp. 300,000
[-Credit-]. Machinaries = Rp. 7,000,000
[-Credit-]. Retained earning = Rp. 300,000

Penjelasan :

Perolehan mesin yang diakui terlalu besar akan mengakibatkan pengakuan biaya penyusutan mesin terlalu besar pula, sehingga laba bersih (net earning) terlalu kecil diakui. Jika saja kekeliruan ini diketahui sebelum penutupan buku (sebelum 31 Desember 2007) tentunya hal ini diatasi dengan melakukan adjustment terhadap rekening mesin (aktiva tetap) lawan kas, dan rekening beban penyusutan lawan laba bersih (net earning) secara langsung. Akan tetapi karena buku telah ditutup, sehingga net earning telah berpindah ke rekening retained earning pada neraca. Untuk itu yang harus dilakukan adalah koreksi seperti di atas.

Mudah-mudahan artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih, dan dapat menghapuskan kebingungan untuk membedakan antara PENYESUAIAN, REKLASIFIKASI maupun KOREKSI. Dan dapat melakukannya dengan benar.

Jika diantara rekan-rekan pembaca ada yang mengalami kesulitan mengenai adjustment, reklasifikasi maupun koreksi, bisa disampiakn disini. Kalau masalahnya cukup rumit atau panjang yang memerlukan penjelasan yang panjang pula, silahkan menulis komentar. Saya akan usahakan untuk membantu memberikan penjelasan.

Selamat bekerja, dan menyongsong tahun baru !.

Senin, 31 Maret 2008

PENYERAHAN, JATUH TEMPO DAN AKUNTANSINYA

PENYERAHAN, JATUH TEMPO DAN AKUNTANSINYA

Topik yang diangkat kali ini adalah mengenai sistem penyerahan, termin pembayaran dan akuntansinya. Hal-hal yang dibahas disini antara lain : Jenis-jenis sistem penyerahan, termin pembayaran, tanggal jatuh tempo dan implikasinya terhadap pengakuan penjualan maupun pembelian, serta hak dan kewajiban penjual dan pembeli. Dan seperti biasa disertai ilustrasi kasus untuk mempermudah pemahaman dan merangsang logika berpikir atas suatu kasus transaksi.

Jika di blog lain yang lebih sering dibahas adalah mixing antara akuntansi dan pajak, di sini, tidak akuntansi dan pajak melulu. Artikel ini akan memadukan antara “Accounting dan Perdagangan”.

Deangan artikel ini saya berharap, anda bisa :

(1). Memahami jenis-jenis sistem penyerahan, dan implikasinya terhadap hak dan kewajiban sebagai pembeli maupun penjual.
(2). Bisa menumbuhkan logika dasar di dalam mehamai suatu transaksi penjualan maupun pembelian.
(3). Bisa mendeterminasi saat (tanggal) pengakuan atas transaksi penjualan maupun pembelian.
(4). Bisa mendeterminasi tanggal jatuh tempo dengan melihat sistem penyerahan dan termin pembayarannya.

Jika saat ini anda masih berposisi sebagai staff pelaksana di bagaian accounting maupun keuangan, mungkin yang anda butuhkan hanya sebatas bisa mendeterminasi saat (tanggal) pengakuan atas transaksi penjualan atau pembelian.

Okay….. sebagai ilustrasi saya ada 2 contoh kasus yang berbeda :

Basic Case :

Jika kasusunya PT. A berkedudukan di Jakarta, membeli barang dari PT B yang berkedudukan di Surabaya dengan sistem penyerahan Franco Gudang penjual. Barang dikirimkan dari PT B pada tanggal 04 februari 2008, tanggal berapa seharusnya PT B mengakuinya sebagai penjualan, dan tanggal berapa PT A seharusnya mengakuinya sebagai pembelian ?.

Hmm…mungkin sebagian besar dari anda dengan mudah bisa menjawabnya……

Tetapi, coba kita bandingkan dengan kasus yang berikut ini….

Advance Case :

PT. A di Jakarta mengimport buah apel segar dari Australia sebanyak 1 container berukuran 40 feet, tanggal invoice adalah 01 Januari 2008, tanggal PEB adalah tanggal 05 Januari 2008, tanggal fiat muat adalah tanggal 10 Januari 2008, tanggal Bill of Lading adalah tanggal 12 Januari 2008, diperkirakan barang akan tiba di tanjung priok tanggal 22 Januari 2008, barang keluar dari custom tanggal 25 januari 2008, tiba digudang PT. A tanggal 26 Januari 2008. Tetapi karena gelombang pasang, barang baru tiba di di Tanjung periok tanggal 29 Januari dan tiba digudang PT. A baru pada tanggal 03 february 2008.

Sedangkan termin pembayaran adalah 10 hari, jika pembayaran dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo maka penjual akan memberikan discount 5%, setiap satu hari keterlambatan atas pembayaran akan didenda 0.01%.

Jika PT. A baru mentransfer pembayaran pada tanggal 14 Februari 2008 (tanggal slip transfer), uang baru diterima oleh penjual pada tanggal 19 februari 2008. Apakah PT A akan mendapat discount? Atau harus membayar bunga ?.

Oh iya, setelah buah apel dikeluarkan dari petinya, 15% dari keseluruhan buah sudah dalam keadaan berjamur (kelamaan dilaut). Apakah PT. A harus membayar penuh atau proportional sesuai dengan prosentase barang yang bagus saja ?.

Bagaimana anda akan membela kepentingan perusahaan dimana anda bekerja ?, usaha-usaha apa yang akan anda lakukan untuk mencegah perusahaan dari potensi lost seperti ini? apakah cukup hanya mencatat dan mengakui penjualan atau pembelian saja ?. Pastinya tidak. Identifikasi potensi masalahnya, cegah sebelum terjadi, jika tidak bisa dihindari, bagaimana anda akan melakukan advokasi ?.

Jika nanti anda sudah menjadi decision maker & policy maker di accounting maupun keuangan (mudah-mudahan, amin !). Memahami dan menguasai model-model issue seperti ini adalah vital.

Tentu saja artikel ini tidak ditujukan khusus hanya untuk mereka-mereka yang bergelut di dalam jenis usaha export-import saja, atau jenis usaha dagang saja. No !.

Perlu diketahui, bahwa dibidang apapun itu, jenis usaha apapun itu, asalkan ada transaksi maka akan ada penyerahan atau penerimaan, entah itu penyerahan barang, jasa, bahkan royalty sekalipun, dan setiap transaksi pasti mengandung aspek commercial (dagang), aspek administrasi (accounting) dan aspek hukumnya (legal), yang minimal harus anda ketahui basic-nya, sukur-sukur jika bisa mendalaminya.

Jenis-jenis Sistem Penyerahan dan Aspeknya

Ada 5 macam jenis sistem penyerahan yang biasa dipakai di dalam perdagangan, baik perdagangan lokal, antar pulau, maupun export-import, antara lain :

a. Franco Gudang Penjual

Hak dan Kewajiban (Legal)
Penjual berkewajiban menyerahkan barang nya kepada pihak pembeli di gudang penjual. Artinya, segala resiko yang timbul atas barang tersebut setelah keluar dari gudang penjual adalah menjadi tanggungan pihak pembeli. Dengan kata lain, kepemilikan barang sudah berpindah ketangan pembeli saat barang tersebut dikeluarkan dari gudang penjual.

Aspek Komersial (Trade)
Segala biaya yang timbul setelah barang keluar dari gudang penjual adalah beban pembeli (misalnya : biaya angkat/muat, biaya angkut, biaya asuransi jika dilengkapi denga asuransi, biaya bongkar, dan lain-lainnya).

Aspek Akuntansinya (Admin)
Dengan sistem penyerahan ini, di buku penjual, penjualan diakui pada saat barang dikeluarkan dari gudang, demikian halnya di buku pembeli, pembelian dicatat sesuai dengan tanggal surat jalan. Biaya angkat, biaya angkut, biaya asuransi, biaya bongkar menjadi elemen harga pokok dalam Laporan Laba/Rugi pihak pembeli.


b. Free On Board (FOB)

Hak dan kewajiban (Legal)
Penjual berkewajiban menyerahkan barangnya di dek kapal (jika pakai laut) atau truck (jika pakai angkutan darat) atau kabin pesawat cargo (jika memakai angkutan udara). Segala resiko yang timbul setelah barang tersebut dimuat, adalah tanggung jawab pembeli. Sedangkan resiko yang timbul sebelumnya masih menjadi kewajiban penjual. Kepemilikan barang beralih ke tangan pembeli pada saat barang tersebut di muat.

Aspek Komersial (Trade)
Segala biaya yang timbul sejak barang diserahkan di atas alat pengangkutan menjadi tanggungan pembeli, sedangkan biaya-biaya yang timbul sebelumnya adalah tanggungan pihak penjual..

Aspek Akuntansinya (Admin)
Penjual mencacat penjualan (dan pembeli mencatatnya sebagai pembelian) pada saat barang tersebut dimuat (sesuai dengan tanggal muat).
(-) Jika barang dipindahkan melalui jalan darat, maka yang dijadikan patokan tanggal pencatatan adalah tanggal serah terima barang antara penjual dan penyedia transportasi (expedisi/courier) dalam hal ini adalah tanggal resi pengangkutan.
(-) Dalam hal barang dipindahkan melalui jalan udara, maka yang dijadikan tanggal pengakuan penjualan maupun pembelian adalah tanggal Air Way Bill, jika memakai master dan haus AWB, maka yang dijadikan patokan adalah tanggal master airwaybill.
(-) Jika barang dipindahkan melalui jalan laut, maka yang dijadikan tanggal pengakuan penjualan maupun pembelian adalah tanggal Bill Of Lading (B/L), jika memakai master dan haus B/L, maka yang dijadikan patokan adalah master B/L.


c. Cost and Freight (C&F)

Hak dan kewajiban (Legal)
Penjual berkewajiban menyerahkan barang hingga tiba di pelabuhan tujuan (pelabuhan yang disepakati). Kepemilikan barang berpindah dari tangan penjual ke tangan pembeli pada saat barang tiba dipelabuhan yang disepakati (pelabuhan pembeli). Segala resiko yang timbul hingga barang tiba dipelabuhan pembeli adalah tanggung jawab penjual.

Aspek Komersial (Trade)
Penjual menanggung segala biaya yang timbul hingga barang tiba di pelabuhan pembeli atau pelabuhan yang disepakati. Sedangkan biaya yang timbul dari bongkar muatan di pelabuhan, custom clearance, ground handling, trucking (jika ada) menjadi beban pembeli.
Catatan : Khusus beban asuransi (jika ada), masih menjadi tanggungan pihak pembeli.

Aspek Akuntansinya (Admin)
Sedikit sulit mencari reference document (rujukan dokumen?) untuk menentukan tanggal pengakuan atas penjualan dan pembelian. common-nya, pembelian maupun penjualan diakui pada saat kapal (pesawat) tiba di pelabuhan tujuan. Yang paling ideal adalah tanggal custom clearance, karena time windows antara kapal tiba dengan custom clearance biasanya relative singkat. Biaya angkat, biaya angkut (freight) akan diakui sebagai harga pokok di dalam Laporan Laba/Rugi perusahaan penjual. Sedangkan biaya asuransi, biaya clearance, ground handling, dan trucking dari pelabuhan hingga barang di un-load di gudang pembeli diakui sebagai harga pokok oleh perusahaan pembeli.


d. Cost, Insurance & Freight (CIF)

Untuk CIF, ulasan aspek legal, komersial maupun akuntansinya sama seperti pada sistem penyerahan C&F. Yang berbeda hanya di asuransinya. Dalam CIF, pihak penjual WAJIB menyertakan “asuransi perjalanan” atas barang dagangannya. Sehingga di buku penjual, asuransi PASTI ADA di dalam laporan laba ruginya.


e. Franco Gudang Pembeli

Hak dan kewajiban (Legal)
Penjual berkewajiban menyerahkan barangnya di gudang pembeli. Pindah tangan kepemilikan atas barang terjadi di gudang pembeli. Segala resiko yang mungkin terjadi hingga barang tersebut dibongkar di gudang pembeli menjadi tanggung jawab pihak penjual.

Aspek Komersial (Trade)
Segala biaya yang timbul hingga barang tersebut dibongkar digudang pembeli adalah beban pihak penjual.

Aspek Akuntansinya (Admin)
Penjualan maupun pembelian diakui pada tanggal penyerahan barang. Pada Buku perusahaan pembeli, tidak ada transportation cost atau yang terkait, besarnya nilai pembelian hanya sebesar nilai barangnya (plus PPn tentunya jika pembelian dalam negeri). Sedangkan di buku penjual, semua pengeluaran yang membawa barang tersebut hingga tiba di gudang pembeli


Sistem Penyerahan, Termin Pembayaran dan Implikasinya Terhadap Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran

Dalam suatu transaksi, pindahnya hak kepemilikan barang/jasa biasanya didahauli/disertai/diikuti oleh penyerahan kompensasi (pembayaran) yang dalam hukum dagang disebut dengan “wan prestasi”, dan TERMIN PEMBAYARAN menjadi hal yang penting dan strategis. Jenis penyerahan apapun itu tidak akan berimplikasi terhadap termin pembayaran jika pembayaran dilakukan di depan (advance payment). Tetapi akan menjadi soal apabila pembayaran tidak dilakukan di depan, antara lain : COD (Cash on delivery), Credit (1 minggu, 10 hari, 30 hari, 45 hari, 60 hari, 90 hari dan lain sebagainya).

Main Question : “What is the due date?” kapan jatuh temponya ?

Antara sistem penyerahan dan due date suatu transaksi jual-beli sangat erat kaitannya. Due date dihitung mulai dari saat penyerahan barang, sedangkan saat penyerahan barang tergantung dari sistem penyerahannya.

Misalnya :

Jika sistem penyerahannya adalah FOB, maka due date dihitung dari saat barang berada di dek truck, kapal atau pesawat (silahkan baca kembali jenis-jenis penyerahan).

(-). Jika termin pembayaran adalah COD (Cash on Delivery), maka biasanya si penjual mengirimkan bukti penyerahan barang ke truck/kapal/pesawat kepada pihak pembeli (by faximile or e-mail) dan pihak pembeli sudah harus mengirimkan pembayaran (wire or else) pada saat bukti penyerahan diterima.

(-). Jika termin pembayaran adalah credit 30 hari, maka tanggal jatuh tempo adalah 30 hari setelah tanggal barang dimuat.

Demikian seterusnya.

Kembali kepada contoh kasus di awal pembahasan, jika anda benar-benar mengikuti pembahasan ini dengan baik, saya yakin anda bisa memecahkannya. Jika tidak, silahkan tulis komentar, pertanyaan, pendapat, atau apapun terkait dengan artikel ini.

Seperti biasa di setiap artikel saya selalu memberikan tips.

Tips :

Bagi anda yang berposisi sebagai : Cahier, Clerk, AP/AR Custodian, Bookkeeper, Chief Accounting, Accounting Manager :

Atas sebuah transaksi pembelian maupun penjualan, tidak cukup hanya memperhatikan tanggal dan nilai transaksi saja, memperhatikan juga :
(-) Sistem Penyerahan
(-) Termin pembayaran
(-) Taxable atau tidak


Bagi anda yang berada di posisi Purchasing & Sales (Staff/Supervisor/Manager) :

Sistem dan termin pembayaran adalah pertimbangan utama anda dalam menilai PRICE QUOTATION dan SALES/PURCHASE.
Guys….”Cheaper/Higher price is not always the king. Quality is the king”, Quality means :
(-) Quality of the merchandize (service) itself
(-) Quality of the delivery’s mode (it should be on time base on the term)
(-) Quality of the payment term
(-) Quality of service after sale (pelayanan purna jual ?

Goodluck everyone !

GAJI

Pengantar

Gaji yang bahasa inggrisnya payroll, adalah imbalan yang diberikan oleh pihak yang mempekerjakan kepada pihak pekerja, dalam hubungan yang relatif tetap, maupun dalam bentuk kontrak.

Besarnya Gaji biasanya sudah ditentukan pada saat kesepakatan kerja dilakukan, dan tidak akan berubah sampai dengan adanya kesepakatan baru. Nilainya relatif tetap.

Dalam artikel ini tidak akan dibahas secara mendalam mengenai gaji dilihat dari sudut pandang kepersonaliaan maupun manajemen umum. Pembahasan akan dikonsentrasikan pada aspek-aspek akuntansinya.

Dalam akuntansi, Gaji dimasukkan kedalam golongan biaya, yaitu biaya gaji. Bukan cost.

Elemen-elemen Gaji

Walaupun begitu banyak variasi elemen yang ada pada biaya gaji, akan tetapi pada garis besarnya ada 4 elemen dasar dan 2 elemen tambahan, yang terdiri dari :

1). Gaji Pokok
Gaji Pokok merupakan elemen utama, yang dijadikan dasar pertimbangan mengapa gaji digolongkan kedalam kelompok biaya operasional. Dimana nilainya relatif tetap (paling tidak untuk satu tahun buku). Besarnya nilai pada elemen ini tentunya bervariasi sesuai dengan kemampuan perusahaan, jabatan, masa kerja. Semakin tinggi kemampuan perusahaan, biasanya juga akan menentukan nilai gaji pokok yang relatif lebih tinggi, semakin tinggi suatu jabatan semakin tinggi juga gaji pokoknya, semakin lama masa kerjanya maka kemungkinan kenaikan gaji akan semakin luas yang nantinya berakumulasi menjadi peningkatan nilai dari gaji pokoknya.

2). Lembur
Kebijakan mengenai lembur tidaklah sama antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain. Akan tetapi, pada umumnya lembur biasanya diberikan hanya pada pegawai di tingkatan (level) tertentu saja, yaitu staf (bukan manajer).

3). Tunjangan-Tunjangan
Ada berbagai macam jenis tunjangan, dimana dalam pelaksanaannya sangat tergantung dari kemampuan perusahaan.

a).Tunjangan Jabatan
Jenis tunjangan ini melekat pada suatu jabatan tertentu. Semakin tinggi suatu jabatan, tunjangan inipun semakin tinggi (sampai pada batas tertentu).
b).Tunjangan Kesehatan
Tunjangan kesehatan tergolong tunjangan yang paling banyak disediakan oleh perusahaan setelah tunjangan jabatan. Dalam praktiknya tunjangan kesehatan ini diberikan dalam bentuk yang berbeda-beda. Misalnya ; Penggantian biaya kesehatan, pembebasan biaya pembelian obat, dan lain sebagainya.
c).Tunjangan Asuransi
Tunjangan asuransi yang paling lumrah dipakai di Indonesia adalah produk-produk asuransi yang disediakan oleh PT. Jamsostek (Persero)
d). Dan Tunjangan lain (yang bervariasi dan tidak umum dipakai)

4). Potongan-potongan
Potongan atas Gaji yang paling dasar adalah potongan Pajak Penghasilan (PPh), Premi asuransi yang ditanggung oleh pegawai,.

5). Bonus & Insentif
Bonus & insentif merupakan elemen tambahan, biasanya disediakan oleh jenis perusahaan tertentu dan untuk pegawai tertentu saja, yaitu distributor, bank, finance dan perusahaan sejenis yang operasionalnya berorientasikan target. Elemen ini nilainya tidak tetap.


Perlakuan Akuntansi atas Gaji

1). Penilaian (Penghitungan Gaji)
Gaji dihitung dengan memformulasikan elemen-elemen yang ada pada gaji. Dari semua elemen yang ada, hanya elemen potongan lah yang menjadi factor pengurang besarnya nilai gaji. Sedangkan elemen lainnya merupakan faktar penambah besarnya nilai Gaji.

Gaji dapat diformulasikan sebagai berikut :

[Gaji Pokok] + [Lembur] + [Tunjangan] - [Potongan] + [Bonus/Insentif]

Dengan formula ini, besarnya biaya gaji yang akan timbul dapat ditentukan.


2). Pengakuan Atas Gaji
Gaji yang dibayarkan dengan system transfer diakui apada saat transfer dilaksanakan, gaji yang dibayarkan dengan menggunakan check diakui pada saat check tersebut dicairkan oleh penerima gaji, sedangkan gaji yang dibayarkan dalam bentuk tunai (cash) diakui pada saat gaji diserahkan. Besarnya biaya gaji yang diakui adalah sebesar nilai hasil formulasi di atas.

3). Pencatatan (Jurnal Penggajian)
Gaji dicatat pada saat pengakuannya, yaitu : sesuai tanggal yang tertera di slip transfer, di slip gaji, tanggal check (tergantung bentuk gaji yang diberikan).
Adapun jurnal atas gaji adalah sebagai berikut :

Pada saat penggajian :
Debit : Biaya Gaji
Kredit : Kas dan Utang PPh

Contoh :
Biaya Gaji (Debit) : Rp 100,000,000,-
Kas (Kredit) : Rp 90,000,000,-
Utang PPh Pasal 21 (Kredit) : Rp 10,000,000,-

Pada saat penyetoran PPh :
Utang PPh Pasal 21 (Debit) : Rp 10,000,000
Kas (Kredit) : Rp 10,000,000

4) Pelaporan Gaji
Pada Laporan Rugi Laba, Gaji termasuk di dalam kelompok besar biaya operasional dan dinyatakan di dalam akun Biaya Gaji, yang nantinya akan mempengaruhi besar-kecilnya laba atau rugi perusahaan. Pernyataan Laba rugi akan memberi kontribusi terhadap Akun laba ditahan (retained earning) pada Neraca.


Prosedur Penggajian

a). Penghitungan Gaji
Penghitungan gaji didahului oleh pengumpulan data-data yang nantinya akan dijadikan dasar perhitungan. Sumber data penghitungan gaji berasal dari bagian personalia yang seharusnya diserahkan begitu tutup buku penggajian dilakukan (biasanya 1 minggu sebelum tanggal penggajian). Adapun data-data yang diperlukan yaitu :
Untuk menentukan besarnya Gaji Pokok, Tunjangan dan Potongan : Daftar Karyawan (lengkap dengan jabatan dan masa kerjanya), daftar absensi, daftar cuti, daftar libur berbayar.
Untuk menentukan Bonus atau insentif : Daftar yang dijadikan dasar perhitungan (Daftar Penjualan dari masing-masing salesman).
Formula yang dipakai adalah seperti yang telah disebutkan pada sub pokok bahasan di atas.
Setelah perhitungan selesai dilakukan, hendaknya dilakukan pemeriksaan dan penelitian kembali sebelum dimintakan persetujuan kepada Manajer Personalia.

b). Persetujuan Gaji
Daftar Gaji diajukan oleh Manajer Personalia kepada Direktur, dengan tembusan kepada General Manager dan atau Financial Controller. Financial Controller maupun General Manager akan melakukan penelitian baik itu secara mengkhusu dan terperinci maupun umum, yang sangat tergantung dari Daftar Gaji yang diajukan (apakah daftar gaji itu dinilai wajar atau tidak). Setelah diteliti, jika dapat disetujui maka Financial Controller atau General Manager akan memberikan rekomendasi kepada direktur untuk disetujui, Sedangkan jika dianggap tidak wajar, maka Financial Controller atau General Manager berhak untuk menahannya sampai dijelaskan dan atau dilakukan perbaikan-perbaikan seperlunya.

c). Permintaan Kas untuk Penggajian
Dalam hal Daftar Gaji disetujui dan telah disahkan, maka daftar Gaji tersebut akan diserahkan kepada Bagian Accounting sebagai dasar untuk permintaan kas penggajian. Bagian Accounting akan menyiapkan Kas sesuai dengan permintaan. Permintaan Kas disertai daftar gaji yang telah disahkan hendaknya telah diterima selambat-lambatnya 2 hari sebelum tanggal penggajian.
Untuk gaji yang akan dibayarkan dalam bentuk tunai, akan dibuatkan 1 check tunai saja untuk semuanya. Untuk gaji yang dibayarkan dalam bentuk check, akan dibuatkan check masin-masing untuk satu karyawan. Sedangkan untuk gaji yang dibayarkan melalui transfer, maka akan disiapkan satu daftar perintah transfer kepada bank.

d). Pembagian Gaji
Gaji dibagikan atau ditransfer tepat pada tanggal pengajian, dibagikan oleh kasir perusahaan, disaksikan oleh staf personalia. Diawasi oleh Chief Accounting dan Manajer Personalia. Hal ini penting, agar jika diperlukan dapat memberikan penjelasan yang sesuai kepada pegawai yang membutuhkan penjelasan.

e). Pencatatan Penggajian
Setelah pembayaran gaji selesai dilaksanakan, maka Book Keeper akan melakukan pencatatan dengan memposting ayat-ayat jurnal yang sesuai (lihat di sub pokok pembahasan sebelumnya).

f). Pemeriksaan Penggajian
Proses selanjutnya adalah proses pemeriksaan. Pemeriksaan akan dilakukan oleh Financial Controller. Adapun pemeriksaan yang dilakukan, yaitu dengan membandingkan antara daftar gaji yang telah desetujui dengan pengeluaran kas, Slip Gaji, sisa fisik uang yang masih ada di kasir, Bukti pemotongan PPh Pasal 21, untuk kemudian dibandingkan dengan General Ledger Detail yang di print-out oleh Book Keeper. Apabila tidak ditemukan kesalahan atau ketidak wajaran, maka Financial Controller akan membuat pernyataan wajar atas penggajian tersebut, sekaligus memberikan ijin untuk ditutup.

g). Penutupan dan Arsip Penggajian
Proses akhir dari penggajian adalah penutupan, dimana penutupan dilakukan apabila pemeriksaan telah selesai dilaksanakan oleh Financial Controller. Selanjutnya semua bukti yang terkait dengan penggajian (Daftar Gaji, Slip Gaji, Bukti Tranfer, Bonggol Check dan Print Out General Ledger Detail yang disahkan oleh Financial Controller) diarsipkan ke dalam masing-masing binder yang telah ditentukan.

PENDAPATAN DITERIMA DI MUKA (Customer's Cash Advance)

Apa itu Pendapatan Diterima di Muka? Mengapa Pendapatan Diterima di Muka? Kapan suatu pendapatan diakui sebagai Pendapatan Diterima di Muka? Kapan kita akui sebagai penjualan atau pendapatan jasa saja?. Jika terjadi ketidak-sesuaian pengakuan pendapatan, apa yang harus dilakukan?. Semuanya saya bahas di artikel ini.


Pengertian Pendapatan Diterima di Muka

Begitu straight forward, "Pendapatan Diterima di Muka adalah pendapatan atas suatu barang/jasa yang belum diserahkan".

Kedengarannya sangat sederhana dan mudah bukan?

Kenyataannya, di masa sekarang ini, dimana sektor usaha semakin variatif, jenis barang/jasa, sistem pembayaran, serta alat pembayaran yang semakin bervariasi membuat penerapan akuntansi menjadi semakin kompleks dan rumit, tidak sederhana lagi, diperlukan mix and match. Akan tetapi sesungguhnya, jika konsep dasar akuntansi sudah dipahami dengan benar dan lengkap, dibolak-balik bagaimanapun, benang merahnya akan tetap sama.


Pengakuan Atas Pendapatan Diterima di Muka

Perhatikan contoh kasus berikut ini :

Pada tanggal 25 Februari 2008, bapak Andre menerima pesanan 1000 pcs jacket, @50,000/pc. pesanan rencananya akan dikirimkan secara bertahap dengan jadwal sebagai berikut :




Atas pesanan tersebut, dihari yang sama bapak Andre menerima pembayaran sebesar Rp 30,000,000,- Sedangkan sisa pembayaran akan diterima setiap kali barang diserahkan.

Atas transaksi di atas, pada tanggal 25 Februari 2008 Bapak Andre melakukan pencatatan sebagai berikut :

[Debit]. Kas = Rp 30,000,000,-
[Debit]. Piutang = Rp 20,000,000,-
[Credit]. Penjualan = Rp 50,000,000,- (50,000 x 1000 pcs)

Apakah jurnal di atas sudah sesuai ?

Jawabannya, sementara kita pending dahulu :-) kita masuk ke pembahasan berikutnya.


Pengakuan atas Penjualan atau Pendapatan Jasa

Penjualan atau pendapatan jasa diakui paling cepat pada saat barang dikirimkan atau jasa diserahkan, selambat-lambatnya pada saat kas diterima. Dalam hal barang sudah diserahkan tetapi kas (payment) belum dietrima, maka penjualan di catat dengan mendebit rekening piutang, sedangkan jika kas sudah diterima, maka penjualan dicatat dengan mendebit rekening kas tentunya. Menurut PSAK berapa ?, silahkan dibaca sendiri, karena saya tidak hafal dan saya merasa tidak perlu untuk menghafalnya :-)

Dalam kasus di atas, bukankah Kas sudah diterima? Berarti penjualan sudah bisa diakui bukan? benar kas sudah diterima, tetapi barang/jasa belum diserahkan, sehingga belum bisa diakui sebagai penjualan.

Mengapa kalau barang/jasa belum diserahkan sebaiknya penjualan/pendapatan jasa jangan diakui dahulu?

Di dalam akuntansi berlaku prinsip kesesuaian, dapat disandingkan (The Matching Principle), artinya; setiap pengorbanan ekonomis (pengeluaran/biaya/cost) yang diakui hendaknya disandingkan dengan manfaat (gain) yang ditimbulkan pada periode yang sama. Dengan kalimat sederhana; setiap biaya yang timbul hendaknya dapat disandingkan dengan pendapatan/penjualan yang diperoleh. Begitu juga sebaliknya, untuk setiap pendapatan yang diakui mestinya dapat disandingkan dengan cost atau expense yang timbul.

Pada contoh kasus bapak Andre di atas, bapak Andre sudah mengakui pendapatan padahal barang (jacket) belum diserahkan kepada pihak pembeli. Bapak andre belum berproduksi, bukankah pesanan baru saja diterima?, praktis belum ada cost maupun expense yang timbul akibat pesanan barang tersebut.

Ekses apa yang timbul sebagai akibat dari ketidak-sesuaian pencatatan bapak Andre di atas ?

Karena pada tanggal 25 Februari membukukan penjualan sebesar Rp 30,000,000 padahal belum ada cost maupun expense yang timbul, maka pada Laporan Laba/Rugi Periode 01 s/d 29 Februari 2008 bapak andre akan terlihat laba setidaknya Rp 30,000,000. Sedangkan di periode berikutnya (01 s/d 31 Maret 2008) bapak andre akan terus menerus mencatat cost maupun expense untuk menyelesaikan pesanan yang pembayarannya sudah dibukukan pada Laporan Laba/Rugi periode sebelumnya. Sehingga pada penutupan buku bulan Maret 2008 bapak andre akan membukukan Rugi (Lost) yang setidak-tidaknya sama dengan cost dan expense yang timbul selama periode tersebut. Jika ditampilkan dalam grafik, maka performance trend yang dihasilkan akan kelihatan aneh alias tidak wajar. Terjadi fluktuasi yang drastis dari periode Februari ke periode Maret 2008.


Bagaimana dan kapan melakukan pengakuan yang lebih sesuai agar trend laba rugi wajar?

Tips:
Setiap transaksi pendapatan yang belum menimbulkan biaya dicatat di rekening yang ada di Neraca.

Dalam contoh kasus bapak Andre di atas sebaiknya dicatat (perhatikan jadwal pengiriman dan rencana pembayaran) di atas.


Pada tanggal 25 Feb 2008 (saat menerima pembayaran pertama) di catat:

[Debit]. Kas = Rp 30,000,000,-
[Credit]. Pendapatan diterima dimuka = Rp 30,000,000


Pada tanggal 1 Maret 2008 (saat pengiriman barang pertama) di catat:

[Debit]. Harga Pokok Penjualan
[Credit]. Persediaan

[Debit]. Pendapatan Diterima di Muka = Rp 15,000,000
[Credit]. Penjualan = Rp 15,000,000

Catatan: Penjualan mulai diakui pada saat barang dikirimkan (diserahkan), DAN… atas penjualan yang terjadi SUDAH dapat disandingkan dengan cost yang timbul di periode yang sama, yaitu Harga Pokok Penjualan. Perhatikan Pendapatan diterima Di Muka, dengan jurnal pada tanggal 01 Maret 2008, maka saldo Pendapatan Diterima di Muka tinggal sebesar Rp 15,000,000 saja.


Pada tanggal 15 Maret 2008 (saat pengiriman barang ke-2) dicatat:

[Debit]. Harga Pokok Penjualan
[Credit]. Persediaan

[Debit]. Pendapatan Diterima di Muka = Rp 15,000,000
[Credit]. Penjualan = Rp 15,000,000

Catatan: Lagi-lagi penjualan dicatat sebesar Rp 15,000,000 dengan mendebit rekening Pendapatan Diterima di Muka, sehingga total penjualan telah mencapai Rp 30,000,000,- dan saldo rekening Pendapatan Diterima di Muka menjadi 0 (nol).

Pada tanggal 30 Maret 2008 (saat pengiriman terakhir dilakukan), pembayaran belum diterima, sehingga dicatat:

[Debit]. Harga Pokok Penjualan
[Credit]. Persediaan

[Debit]. Piutang = Rp 20,000,000
[Credit]. Penjualan = Rp 20,000,000

Pada tanggal 01 April 2008 (saat pembayaran diterima) dicatat:

[Debit]. Kas = Rp 20,000,000,-
[Credit]. Piutang = Rp 20,000,000,-

Catatan: Pada pengiriman barang yang ketiga (terakhir) ini, barang diserahkan, dan penjualan dapat dilawankan dengan Harga Pokok Penjualannya, sehingga wajar jika diakui sebagai penjualan. Jikapun kas belum diterima, toh bisa mendebit rekening Piutang.


Kesimpulan

Jika kita perhatikan jurnal-jurnal diatas, dapat kita lihat bahwa pada setiap pengakuan Penjualan selalu bersandingan dengan pengakuan Harga Pokok Penjualan (cost factor) dilegalisasi dengan berpindahnya fisik barang yang tercermin dalam rekening persediaan yang saldonya juga semakin berkurang (berada di sisi kredit). Inilah “Essential of The Matching Principle” didalam akuntansi.


Apakah ketidak-sesuaian pencatatan yang dilakukan oleh bapak Andre diawal transaksi (saat penerimaan pembayaran pertama) perlu dibuatkan adjustment entry?

Jawaban saya : "It depends on………"

Tergantung, jika pada pengiriman barang pertama dan kedua bapak Andre hanya mengakui Harga Pokok Penjualan dengan mengkredit rekening Persediaan SAJA, tanpa mencatat penjualan lagi. Maka adjustment entry rasanya TIDAK MUTLAK DIPERLUKAN.

Mengapa ?

Bapak Andre hanya terlalu dini mengakui penjualan, yang dalam akuntansi diistilahkan dengan “EARLY REVENUE RECOGNITION”, Early Revenue Recognition MASIH tergolong “MIS-STATEMENT”, belum termasuk “MATERIAL ISSUE”. Toh terjadi masih dalam tahun buku yang sama, dimana Revenue Overstatement yang terjadi dibulan Februari akan terimbangi oleh Cost Overstatement di bulan Maret. Hanya saja trend-nya menjadi tidak wajar. Lain cerita jika kasusnya "PREMATURE REVENUE RECOGNITION" yaitu pengakuan pendapatan atas suatu potensi pendapatan atau yang masih berupa commitment, maka itu akan tergolong "Material Issue". Hanya saja kebiasaan pencatatan seperti yang dilakukan oleh bapak Andre pada contoh kasus ini, sebaiknya dihindari, karena akan merepotkan jika terjadi di akhir tahun buku.

Minggu, 30 Maret 2008

Laba Rugi Komersial dan Fiskal

Dalam Pelaporan Keuangan Perusahaan, khususnya “Laporan Laba Rugi”, kita mengenal adanya LAPORAN LABA RUGI KOMERSIAL dan LAPORAN LABA RUGI FISKAL. Mengapa ada Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal? Apa saja perbedaannya? Bagaimana caranya membuat Laporan Laba Rugi Fiskal? Bagaimana jika tidak dibedakan? Mungkinkah kedua laporan laba rugi ini dijadikan satu? Bagaimana caranya? Akan kita bahas di artikel ini sebentar lagi.

Artikel ini saya dedikasikan bagi mereka yang “belum sepenuhnya” memahami dan belum bisa membuat laporan laba rugi fiskal. Mudah-mudahan artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dan detail. Seperti biasa saya akan memberikan langkah-langkah pembuatannya. Termasuk TRICK “Bagaimana menyatukan Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal ke dalam satu lembar laporan saja”.

Untuk rekan-rekan yang SPT Tahunannya sudah lolos saya ucapkan “Congratulation!”. Sedangkan yang masih berjuang memasukkannya saya ucapkan “Good luck!”. Dan bagi yang masih bingung membuat SPT PPh Badan, mungkin ada baiknya membaca artikel ini :-). Meskipun yang dibahas bukan cara mengisi SPT PPh Badan, tetapi... adalah tidak mungkin bagi anda untuk membuat SPT PPh Badan jika anda belum memahami apa itu Laporan Laba Rugi Fiskal, karena data source SPT PPh Badan adalah Laporan Laba Rugi Fiskal.

Kiranya saya tidak perlu lagi memberikan penjelasan mengenai apa itu Laporan Laba Rugi. Jika kebetulan ada yang belum tahu, saya encourage anda untuk membaca kembali buku “Pengantar Akuntansi Keuangan” atau “Dasar-dasar Akuntansi Keuangan”.


Mengapa Ada Laporan Rugi Laba Komersial dan Fiskal?

Karena adanya perbedaan pengakuan atas pendapatan maupun biaya menurut perusahaan (selaku wajib pajak) dengan pihak Ditjen Pajak (selaku fiskus yang mewakili negara). Sederhananya: ada pendapatan maupun biaya yang diakui sebagai pendapatan maupun biaya oleh perusahaan tetapi tidak diakui oleh Ditjend Pajak.


Mengapa berbeda dan apa saja perbedaaanya?

Bagi perusahaan: semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah laba kena pajak , dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena pajak. Bagi Ditjend Pajak: tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan. Di dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan ini disebut dengan BEDA TETAP.

Perbedaan lainnya adalah perebedaan yang diakibatkan karena bedanya SAAT PENGAKUAN (waktu pengakuan) baik itu terhadap pendapatan maupun beban (pendapatan/beban tangguhan), juga akibat perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak menggunakan metode penyusutan GARIS LURUS (Straight Line Method) sementara perusahaan mungkin menggunakan metode penyusutan yang lain, yang oleh karenanya mengakibatkan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan. Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi kontribusi atas perbedaan tersebut. Dalam Akuntansi Perpajakan ini disebut dengan BEDA WAKTU.

Perbedaan-perbedaan tersebut memerlukan penyesuaian-penyesuaian agar JUMLAH PAJAK PENGHASILAN BADAN TERHUTANG antara yang dihitung oleh perusahaan dengan menurut Ditjend Pajak bisa sama. Penyesuaian tersebutlah yang dikenal dengan istilah KOREKSI FISKAL.

Ada 2 (dua) macam penyesuaian fiskal, yaitu:

Penyesuaian Fiskal Positif: adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat.

Penyesuaian Fiskal Negatif: adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak.

Berikut ini adalah tabel rincian jenis-jenis penyesuaian tersebut:




Bagaimana Cara Membuat Laporan Laba Rugi Fiskal?

Saya akan coba construct satu kasus:

Buku Besar PT. ABC nampak seperti dibawah:





Jika kita susun menjadi Laporan Laba Rugi, kita akan menghasilkan laporan seperti dibawah ini:



Apakah Laporan Laba Rugi diatas benar?

Laporan Komersial iya benar, hanya saja “Pajak Penghasilan” nya belum benar.Bukankah seharusnya ada penyesuaian-penyesuaian?.

Okay, kita bandingkan dengan table rincian penyesuaian fiskal positif dan negative di atas. Menurut table, ada beberapa yang harus disesuaikan, yaitu:
“Bunga Jasa Giro” telah dikenakan pajak oleh pihak bank, maka ini dimasukkan sebagai “Pendapatan dikenakan Pajak Final”, sehingga ini tidak seharunya dikenakan pajak lagi. Kita jadikan faktor pengurang Laba Kena Pajak.

“Pengambilan Oleh Direktur” ini adalah bukan beban perusahaan. Direktur hanya boleh menerima Gaji dan Dividen saja. Maka kita masukkan ke dalam koreksi fiskal positif (faktor penambah laba kena pajak).

“Makan Untuk Pegawai” ini adalah bentuk kenikmatan (natura) yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawai, ini tidak diakui sebagai beban perusahaan. Catatan : saya pribadi kurang setuju dengan anggapan ini, karena pemberian incentive berupa makan, minum atau bentuk kenikmatan lainnya kepada pegawai adalah salah satu usaha perusahaan untuk merangsang semangat kerja pegawai, sangat bisa dihubungkan dengan potensi peningkatan revenue perusahaan. Seharunya tidak alasan untuk menggap ini tidak ada hubungannya dengan aktivitas perusahaan, jelas-jelas ini beban (biaya) yang bisa di set off dengan revenue. Saya pernah argue dengan pihak kantor pajak tentang hal ini. Lebih detailnya saya akan bahas di artikel lain.

“Sumbangan” ini bukan beban perusahaan, tidak bisa dihubungkan dengan revenue. Sehingga kita masukkan ini ke dalam kelompok koreksi fiskal positif.

Saya tidak menemukan koreksi fiskal negative dalam contoh kasus ini.sehingga nanti koreksi fiskal negatifnya akan 0 (nol).

Setelah unsur koreksi fiskal kita masukkan, maka Laporan Laba Rugi akan menjadi seperti dibawah ini:




Apakah kali ini sudah benar?

Laporan Fiskal Iya benar. Bagaimana dengan laporan komersialnya?, apakah laba setelah pajak di atas bisa kita masukkan ke dalam neraca (Laba Tahun Berjalan)?.

Coba pikirkan baik-baik……………………………………………………………………
………………………………….. yakin?.

NO…. big no!

Bukankah di neraca nanti laba ini akan di off set dengan mutasi rekening-rekening di kelompok asset (aktiva)?. Sudah ada clue?.....belum?

Okay, diakui atau tidak diakui semua koreksi fiskal tersebut (bunga jasa giro, pengambilan direktur, makan untuk pegawai, sumbangan) adalah berpengaruh langsung terhadap posisi (saldo) kas. Jika semua itu tidak diakui, sementara di sisi lainnya, laba kita paksakan masuk ke neraca, maka sudah pasti NERACA TIDAK AKAN BALANCE!.

Lalu, bagaimana?

Kita harus kembalikan semua koreksi tersebut.

Dikembalikan?, berarti labanya menjadi salah lagi?.

Maksud saya, semua unsure tadi tetap kita koreksi, setelah kita peroleh “laba fiskal setelah pajak”, baru kita kembalikan semua koreksi fiskal tersbut.

Caranya?

Perhatikan Laporan Laba Rugi dibawah ini:





Bahkan kita berhasil memperoleh Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal dalam satu lembar laporan saja, anda tidak perlu lagi membuat laporan laba rugi dalam 2 (versi) :-)

Sekarang Laba setelah pajaknya sudah bisa di masukkan ke dalam neraca. Dan pasti balance. Guaranteed! :-)

Selamat mencoba!

Kamis, 27 Maret 2008

Tips Membuat Proses Penyetoran SPT PPh Pasal 29 menjadi lancar.

[-]. Sebelum berangkat membawa SPT ke KPP, jangan lupa periksa kembali, pastikan semua kelengkapan SPT (i.e.: Identitas WP, Lampiran-lampiran), termasuk SSP PPh pasal 29 Lembar ke-3 sudah ada di dalam folder.

[-]. Jangan Lupa stempel perusahaan dan tanda tangan yang authorized disetiap lembaran yang diminta.

[-]. Pastikan semua lembaran sudah terisi.

[-]. Jangan sekali-sekali mengirimkan kurir untuk setor SPT Tahunan, karena sebelum proses pelaporan di counter, maap anda akan discreening dahulu, diteliti dan diperiksa, untuk kemudian diparaf jika dianggap sudah benar oleh petugas.

[-]. Percaya atau tidak, timing penyetoran significantly berpengaruh. Jika anda berangkat sebelum “Lunch Break”, sebaiknya cari tempat relax sebentar untuk makan siang. Setorkanlah SPT Tahunan anda setelah “Lunch Break”. Mengapa? “Morning Stress” kurang baik, anda masih membawa stress, petugas pajak yang akan screening map anda pun masih membawa morning stress.

[-]. Pada saat map anda diperiksa bersikaplah santai tetapi serius, maksud saya jangan tegang tetapi juga jangan kelihatan chu-lun tentunya.

[-]. Jika ada pertanyaan atau koreksi dari petugas “jangan arguing”, sekalipun anda sangat mengerti perpajakan, veteran pajak sekalipun. Kedepankan professional dan respecting each other. Jika ditemukan kesalahan, bersikaplah meminta petunjuk, dengan bertanya yang sederhana-sederhana saja. Dengan kata lain “Jangan Sok nge-jago” sekalipun yang memeriksa maap anda kelihatan masih sangat muda sementara mungkin anda sudah lebih senior.

[-]. Scenario terburuk, jika terpaksa anda harus kembali, jangan segan-segan untuk kembali dan melakukan koreksi, lebih baik setorkan setelah dikoreksi.

Semoga proses penyetoran SPT anda lancar dan sukses.

COGS, PPn & PPh Pasal 22 Import

Artikel ini akan membahas mengenai : Penentuan COGS, hubungannya dengan PPn Import, PPh Pasal 22 Import, beserta pengkreditan kedua jenis pajak tersebut. Diangkat dari kasus yang disampaikan oleh saudara Ydy di Jakarta. Akan dibahas step by step dengan screen shoot – screen shoot dan konstruksi: Proses Penjurnalan, Buku Besar, Inventory Card, hingga Profit & Lost Statement. Saya mengusahakannya sesederhana dan sesingkat mungkin agar mudah dipahami dan diikuti oleh siapapun (yang tidak pernah menangani kasus import sekalipun), tentu saja tanpa mengabaikan detail dan konsep dasar dan logika-logikanya. Dan seperti biasa saya akan sertai catatan-catatan yang saya anggap penting.

Artikel kasus ini saya dedikasikan untuk semua rekan-rekan dibagian accounting, keuangan dan perpajakan yang sedang mengejar deadline SPT Tahun Takwim 2007 yang sudah harus disetor paling lambat tanggal 20 Maret, dan laporan paling lambat tanggal 25 Maret ini, tinggal beberapa hari saja. Saya ada tips khusus diakhir artikel nanti :-)

Kita langsung ke kasusnya:





Data Import

Pada tanggal 01 February 2008, PT. Royal Bali Cemerlang mengimport barang dagangan dari Canada sebanyak 4700 unit dengan data-data (setelah di-convert ke Rupiah) sebagai berikut:


Catatan: Perhatikan data import diatas, ada beberapa element import biasa timbul. Sayang sekali data yang diberikan tidak sampai pada data penjualannya. Tetapi seperti saya sampaikan diawal, jangan khawatir, saya akan construct hingga menjadi “Profit & Lost Statement” bahkan hingga penjurnalan kredit PPn & PPh Pasal 22 Import-nya. Kerja accounting tidak boleh setengah-setengah bukan?


Pengakuan Atas Element Import

Adapun element-element pengeluaran yang common occurred on import process:

[-]. CIF : It is stand for “Cost, Insurance & Freight”. Ini adalah element utama. Nilai Barang yang kita Import. Kebetulan pada kasus ini data yang tersedia adalah CIF, sehingga tidak muncul element freight (biaya kirim). Karena CIF Cost adalah mewakili nilai barang yang kita import maka nantinya akan kita akui sebagai “Inventory”.

[-]. Bea Masuk (Import Duty): adalah pengeluaran atas bea masuk yang kenakan oleh Dit Jend Bea Cukai (DJBC). Tariff nya bervariasi tergantung jenis barang yang diimport, tetapi dalam kasus ini kita sudah ketahui tariffnya 5% (sangat rendah ya?)

[-]. PPn Import (VAT): adalah Pajak Pertambahan nilai atas Import yang tariffnya 10%.

[-]. PPh Pasal 22 Import: adalah Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Import, yang dalam kasus ini tariffnya 2.5% (juga sangat rendah ya?)

[-]. Warehousing: adalah pengeluaran atas sewa gudang (mungkin barang sempat menginap di pelabuhan sehingga kena demurrage charge).

[-]. Insurance: saya sedikit ragu, padahal nilai barang sudah CIF, mengapa muncul insurance lagi? Anyway, kita masukkan sajalah.

[-]. Bank Charge: Bank charge ini adalah khusus charge yang dikenakan oleh bank atas proses import ini, bukan dari lalulintas pembayaran umum yang on daily bases, sehingga bank charge ini merupakan element import juga.

[-]. Forwarding Services: Adalah cost yang timbul akibat penggunaan jasa Forwarder yang bertindak sebagai broker da;lam proses import ini (ground handling, custom clearance, dan lain sebagainya).

Konsep dasarnya: semua pengeluaran sehubungan dengan Import (yang mebawa barang hingga tiba di gudang Importer) diakui sebagai Element COGS. Pengakuan atas element-element import ini kita jurnal seperti dibawah ini :





Catatan : Perhatikan jurnal diatas: CIF Cost kita akui sebagai Inventory


Penjualan

Pada tanggal 15 February PT, Royal Bali Cemerlang menjual barang dagangannya sebanyak 2000 unit, dengan unit price Rp 76,269,- secara kredit, kita akui penjualan tersebut dengan jurnal:





Catatan: dalam penjualan barang dagangan, ada 2 jurnal yang harus kita masukkan, yaitu untuk mengakui pengeleuaran barang (pengurangan inventory) dan jurnal satunya lagi untuk mengakui penjualannya itu sendiri. Jangan lupa “Penjualaan dalam negeri” adalah terhutang PPn dengan tariff 10%, yang langsung diakui saat pengakuan penjualan. Diakui sebagai utang karena PPn baru disetorkan ke kas negara (melalui bank persepsi) pada tanggal 10 bulan berikutnya.

Pada tanggal 27 February lagi-lagi PT. Royal Bali Cemerlang berhasil menjual barang dagangannya sebanyak 1500 unit dengan unit price yang sama dan masih memakai sistem credit dalam pembayarannya. Sehingga lagi sekali kita jurnal:






Buku Besar dan Inventory Card

Tanggal sudah menunjukkan 29 February 2008, saatnya melakukan “Monthly Closing Book”.

Pertama kita bikin buku besarnya dahulu, dengan jurnal pengakuan import dan penjualan-penjualan diatas dan diasumsikan saldo awal semua rekening adalah 0 (nol), buku besarnya akan menjadi seperti dibawah ini:





Catatan: Perhatikan rekening-rekening pada buku besar di atas dan akan kemana masing-masing rekening tersebut dimasukkan ada yang ke Balance Sheet dan ada yang ke Profit & Lost Statement.

Dan pada “Inventory Card” yang kita di Indonesia biasa menyebutnya “Kartu Stock” (saya sedikit berhati-hati meamaki istilah stock, karena takut bingung dengan saham), dengan asumsi Saldo awal inventory adalah nol, ada pembelian dan penjualan, maka inventory card akan menjadi (tentunya di pastikan terlebih dahulu dengan physical count):





Catatan : Perhatikan rekenening “Inventory” pada buku besar diatas, saldo akhir sama-sama menunjukkan angka Rp 55,777,500,- artinya proses jurnal sudah in synchronized dengan Inventory Card. Great!. Oh ya, diingat-ingat ya angka ini. Lets go to the next step….


Profit & Lost Statement

Ok, so kita sudah punya “Buku Besar” dan “Inventory Card”. Sekarang waktunya kita construct “Profit & Lost Statament”. Session yang paling saya sukai :-)

Profit & Lost Statement pada umumnya terdiri dari :

Revenue, diambil dari rekening Sales pada buku besar, seharunya ada elemen “Other Revenues” i.e.: Bunga Jasa Giro, dan pendapatan lainnya, tetapi pada kasus ini, data-data tersebut tidak tersedia. Maka diambil dari sales saja.

Cost Of Good Sold (Harga Pokok Penjualan), dipecah lagi menjadi : Inventory, Raw Material, Direct Labor Cost, Overhead Cost. Tetapi pada kasus ini, Direct Labor Cost dan Raw Metrial tidak tersedia, sebagai gantinya hanya muncul muncul semua element expenditure sehubungan dengan Import yang sesungguhnya merupakan “Overhead Cost” yang saya munculkan seperti aslinya, agar mudah dipahami.

Gross Profit, didapat dengan formula : Revenue [minus] COGS.

Expenses, adalah biaya-biaya yang muncul sehubungan operasional perusahaan yang tidak dipengaruhi oleh output (produktifitas) perusahaan. Seharusnya ada elemen depreciation/amortization expenses, akan tetapi pada kasus ini saya tidak munculkan agar lebih sederhana.

Earning Before Tax, diperoleh dengan formula: Gross Profit [minus] Expenses
Setelah semua elemen diatas seharusnya ada : Corporate Income Tax (PPh Badan), Earning After Tax (Profit Earning). Tetapi karena kasus ini focus pada penentuan “COGS” saja, maka saya tidak akan bahas di posting ini (kita bahas di postingan yang lain).

Setelah saya construct, semua angka saya masukkan, maka Profit & Lost statement menjadi seperti dibawah ini:
Catatan :





Perhatikan pada element B (COGS/HPP), pada proses import, elemen-elemen apa saja yang dimasukkan. Dan khusus untuk “Inventory” misi kita adalah mencari berapa besarnya “Persediaan Barang Terpakai” dan telah kita peroleh sebesar Rp 162,684,375,- yang didapat dengan formula : Saldo Awal [plus] Pembelian [minus] Persediaan akhir. Persediaan akhir kita peroleh dari buku besar atau inventory Card.


Penerimaan Pelunasan Piutang

Pada tanggal 05 Maret 2008, PT. Royal Bali Cemerlang menerima pelunasan piutang untuk kesemua penjualan yang terjadi pada bulan February, maka dijurnal:





Catatan: Perhatikan catatan dibawah jurnal


Pembayaran PPn

Seperti sudah disampaikan sebelumnya bahwa PPn atas penjualan dalam negeri disetorkan sebelum tanggal 10 bulan berikutnya, maka pada tanggal 09 Maret 2008 dilakukan penyetoran PPn ke kas negara melalaui “Bank Persepsi”, dan atas setoran tersebut dijurnal:





Catatan Penting:

Pada jurnal diatas, pada sisi debit dimasukkan PPn Terhutang, ini akan membuat rekening PPn Terhutang pada Neraca 29 February akan menjadi 0 (nol). Sedangkan pada sisi kredit Cash yang dibayarkan hanya sebesar Rp 3,755,614,- bukan sebesar PPn terhutang, karena PPn Import kita kreditkan saat ini. Ya, kita kreditkan!.

Maka bisa saya katakan disini bahwa: Jika mekanisme proses perhitungan dan pelaporan PPn dilakukan dengan benar, maka prinsip dasar PPn dimana “PPn adalah Pajak Pertambahan Nilai yang artinya, Pajak yang dibayarkan hanyalah sebesar 10% [kali] value added yang berhasil dicreate oleh perusahaan saja”, bukan sebesar 10% [kali] Penjualan Kotor. Pada pembelian bukan import pun ada PPn masukan bukan?. Yang harus diperhatikan disini adalah selalu mintalah Faktur Pajak Masukan anda kepada supplier yang mengenakan PPn atas pembelian raw metrial maupun pembelian lainnya.


PPh Pasal 22 Import

Menjelang pembuatan SPT PPh Badan, dibuatkan jurnal:





Update: 13-Maret-2008

Pada jurnal di atas, seharusnya: [Debit]. PPh Pasal 29 (terhutang), bukan PPh Pasal 22.

Sorry about that.

Catatan: PPh Pasal 22 Import akan menjadi faktor pengurang PPh Pasal 29 nantinya.


Besar harapan saya, artikel ini bisa dipahami sehingga bisa memberikan manfaat bagi pembaca.

Semoga proses penyetoran SPT anda lancar dan sukses.