Kamis, 27 Maret 2008

COGS, PPn & PPh Pasal 22 Import

Artikel ini akan membahas mengenai : Penentuan COGS, hubungannya dengan PPn Import, PPh Pasal 22 Import, beserta pengkreditan kedua jenis pajak tersebut. Diangkat dari kasus yang disampaikan oleh saudara Ydy di Jakarta. Akan dibahas step by step dengan screen shoot – screen shoot dan konstruksi: Proses Penjurnalan, Buku Besar, Inventory Card, hingga Profit & Lost Statement. Saya mengusahakannya sesederhana dan sesingkat mungkin agar mudah dipahami dan diikuti oleh siapapun (yang tidak pernah menangani kasus import sekalipun), tentu saja tanpa mengabaikan detail dan konsep dasar dan logika-logikanya. Dan seperti biasa saya akan sertai catatan-catatan yang saya anggap penting.

Artikel kasus ini saya dedikasikan untuk semua rekan-rekan dibagian accounting, keuangan dan perpajakan yang sedang mengejar deadline SPT Tahun Takwim 2007 yang sudah harus disetor paling lambat tanggal 20 Maret, dan laporan paling lambat tanggal 25 Maret ini, tinggal beberapa hari saja. Saya ada tips khusus diakhir artikel nanti :-)

Kita langsung ke kasusnya:





Data Import

Pada tanggal 01 February 2008, PT. Royal Bali Cemerlang mengimport barang dagangan dari Canada sebanyak 4700 unit dengan data-data (setelah di-convert ke Rupiah) sebagai berikut:


Catatan: Perhatikan data import diatas, ada beberapa element import biasa timbul. Sayang sekali data yang diberikan tidak sampai pada data penjualannya. Tetapi seperti saya sampaikan diawal, jangan khawatir, saya akan construct hingga menjadi “Profit & Lost Statement” bahkan hingga penjurnalan kredit PPn & PPh Pasal 22 Import-nya. Kerja accounting tidak boleh setengah-setengah bukan?


Pengakuan Atas Element Import

Adapun element-element pengeluaran yang common occurred on import process:

[-]. CIF : It is stand for “Cost, Insurance & Freight”. Ini adalah element utama. Nilai Barang yang kita Import. Kebetulan pada kasus ini data yang tersedia adalah CIF, sehingga tidak muncul element freight (biaya kirim). Karena CIF Cost adalah mewakili nilai barang yang kita import maka nantinya akan kita akui sebagai “Inventory”.

[-]. Bea Masuk (Import Duty): adalah pengeluaran atas bea masuk yang kenakan oleh Dit Jend Bea Cukai (DJBC). Tariff nya bervariasi tergantung jenis barang yang diimport, tetapi dalam kasus ini kita sudah ketahui tariffnya 5% (sangat rendah ya?)

[-]. PPn Import (VAT): adalah Pajak Pertambahan nilai atas Import yang tariffnya 10%.

[-]. PPh Pasal 22 Import: adalah Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Import, yang dalam kasus ini tariffnya 2.5% (juga sangat rendah ya?)

[-]. Warehousing: adalah pengeluaran atas sewa gudang (mungkin barang sempat menginap di pelabuhan sehingga kena demurrage charge).

[-]. Insurance: saya sedikit ragu, padahal nilai barang sudah CIF, mengapa muncul insurance lagi? Anyway, kita masukkan sajalah.

[-]. Bank Charge: Bank charge ini adalah khusus charge yang dikenakan oleh bank atas proses import ini, bukan dari lalulintas pembayaran umum yang on daily bases, sehingga bank charge ini merupakan element import juga.

[-]. Forwarding Services: Adalah cost yang timbul akibat penggunaan jasa Forwarder yang bertindak sebagai broker da;lam proses import ini (ground handling, custom clearance, dan lain sebagainya).

Konsep dasarnya: semua pengeluaran sehubungan dengan Import (yang mebawa barang hingga tiba di gudang Importer) diakui sebagai Element COGS. Pengakuan atas element-element import ini kita jurnal seperti dibawah ini :





Catatan : Perhatikan jurnal diatas: CIF Cost kita akui sebagai Inventory


Penjualan

Pada tanggal 15 February PT, Royal Bali Cemerlang menjual barang dagangannya sebanyak 2000 unit, dengan unit price Rp 76,269,- secara kredit, kita akui penjualan tersebut dengan jurnal:





Catatan: dalam penjualan barang dagangan, ada 2 jurnal yang harus kita masukkan, yaitu untuk mengakui pengeleuaran barang (pengurangan inventory) dan jurnal satunya lagi untuk mengakui penjualannya itu sendiri. Jangan lupa “Penjualaan dalam negeri” adalah terhutang PPn dengan tariff 10%, yang langsung diakui saat pengakuan penjualan. Diakui sebagai utang karena PPn baru disetorkan ke kas negara (melalui bank persepsi) pada tanggal 10 bulan berikutnya.

Pada tanggal 27 February lagi-lagi PT. Royal Bali Cemerlang berhasil menjual barang dagangannya sebanyak 1500 unit dengan unit price yang sama dan masih memakai sistem credit dalam pembayarannya. Sehingga lagi sekali kita jurnal:






Buku Besar dan Inventory Card

Tanggal sudah menunjukkan 29 February 2008, saatnya melakukan “Monthly Closing Book”.

Pertama kita bikin buku besarnya dahulu, dengan jurnal pengakuan import dan penjualan-penjualan diatas dan diasumsikan saldo awal semua rekening adalah 0 (nol), buku besarnya akan menjadi seperti dibawah ini:





Catatan: Perhatikan rekening-rekening pada buku besar di atas dan akan kemana masing-masing rekening tersebut dimasukkan ada yang ke Balance Sheet dan ada yang ke Profit & Lost Statement.

Dan pada “Inventory Card” yang kita di Indonesia biasa menyebutnya “Kartu Stock” (saya sedikit berhati-hati meamaki istilah stock, karena takut bingung dengan saham), dengan asumsi Saldo awal inventory adalah nol, ada pembelian dan penjualan, maka inventory card akan menjadi (tentunya di pastikan terlebih dahulu dengan physical count):





Catatan : Perhatikan rekenening “Inventory” pada buku besar diatas, saldo akhir sama-sama menunjukkan angka Rp 55,777,500,- artinya proses jurnal sudah in synchronized dengan Inventory Card. Great!. Oh ya, diingat-ingat ya angka ini. Lets go to the next step….


Profit & Lost Statement

Ok, so kita sudah punya “Buku Besar” dan “Inventory Card”. Sekarang waktunya kita construct “Profit & Lost Statament”. Session yang paling saya sukai :-)

Profit & Lost Statement pada umumnya terdiri dari :

Revenue, diambil dari rekening Sales pada buku besar, seharunya ada elemen “Other Revenues” i.e.: Bunga Jasa Giro, dan pendapatan lainnya, tetapi pada kasus ini, data-data tersebut tidak tersedia. Maka diambil dari sales saja.

Cost Of Good Sold (Harga Pokok Penjualan), dipecah lagi menjadi : Inventory, Raw Material, Direct Labor Cost, Overhead Cost. Tetapi pada kasus ini, Direct Labor Cost dan Raw Metrial tidak tersedia, sebagai gantinya hanya muncul muncul semua element expenditure sehubungan dengan Import yang sesungguhnya merupakan “Overhead Cost” yang saya munculkan seperti aslinya, agar mudah dipahami.

Gross Profit, didapat dengan formula : Revenue [minus] COGS.

Expenses, adalah biaya-biaya yang muncul sehubungan operasional perusahaan yang tidak dipengaruhi oleh output (produktifitas) perusahaan. Seharusnya ada elemen depreciation/amortization expenses, akan tetapi pada kasus ini saya tidak munculkan agar lebih sederhana.

Earning Before Tax, diperoleh dengan formula: Gross Profit [minus] Expenses
Setelah semua elemen diatas seharusnya ada : Corporate Income Tax (PPh Badan), Earning After Tax (Profit Earning). Tetapi karena kasus ini focus pada penentuan “COGS” saja, maka saya tidak akan bahas di posting ini (kita bahas di postingan yang lain).

Setelah saya construct, semua angka saya masukkan, maka Profit & Lost statement menjadi seperti dibawah ini:
Catatan :





Perhatikan pada element B (COGS/HPP), pada proses import, elemen-elemen apa saja yang dimasukkan. Dan khusus untuk “Inventory” misi kita adalah mencari berapa besarnya “Persediaan Barang Terpakai” dan telah kita peroleh sebesar Rp 162,684,375,- yang didapat dengan formula : Saldo Awal [plus] Pembelian [minus] Persediaan akhir. Persediaan akhir kita peroleh dari buku besar atau inventory Card.


Penerimaan Pelunasan Piutang

Pada tanggal 05 Maret 2008, PT. Royal Bali Cemerlang menerima pelunasan piutang untuk kesemua penjualan yang terjadi pada bulan February, maka dijurnal:





Catatan: Perhatikan catatan dibawah jurnal


Pembayaran PPn

Seperti sudah disampaikan sebelumnya bahwa PPn atas penjualan dalam negeri disetorkan sebelum tanggal 10 bulan berikutnya, maka pada tanggal 09 Maret 2008 dilakukan penyetoran PPn ke kas negara melalaui “Bank Persepsi”, dan atas setoran tersebut dijurnal:





Catatan Penting:

Pada jurnal diatas, pada sisi debit dimasukkan PPn Terhutang, ini akan membuat rekening PPn Terhutang pada Neraca 29 February akan menjadi 0 (nol). Sedangkan pada sisi kredit Cash yang dibayarkan hanya sebesar Rp 3,755,614,- bukan sebesar PPn terhutang, karena PPn Import kita kreditkan saat ini. Ya, kita kreditkan!.

Maka bisa saya katakan disini bahwa: Jika mekanisme proses perhitungan dan pelaporan PPn dilakukan dengan benar, maka prinsip dasar PPn dimana “PPn adalah Pajak Pertambahan Nilai yang artinya, Pajak yang dibayarkan hanyalah sebesar 10% [kali] value added yang berhasil dicreate oleh perusahaan saja”, bukan sebesar 10% [kali] Penjualan Kotor. Pada pembelian bukan import pun ada PPn masukan bukan?. Yang harus diperhatikan disini adalah selalu mintalah Faktur Pajak Masukan anda kepada supplier yang mengenakan PPn atas pembelian raw metrial maupun pembelian lainnya.


PPh Pasal 22 Import

Menjelang pembuatan SPT PPh Badan, dibuatkan jurnal:





Update: 13-Maret-2008

Pada jurnal di atas, seharusnya: [Debit]. PPh Pasal 29 (terhutang), bukan PPh Pasal 22.

Sorry about that.

Catatan: PPh Pasal 22 Import akan menjadi faktor pengurang PPh Pasal 29 nantinya.


Besar harapan saya, artikel ini bisa dipahami sehingga bisa memberikan manfaat bagi pembaca.

Semoga proses penyetoran SPT anda lancar dan sukses.

Tidak ada komentar: